A. Pemerintahan.
Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh 
kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. 
Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya
 yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk 
dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala 
masalah kehidupan masyarakat adat.Wilayah Depati Ninik Mamak disebut 
“ajun arah”. 
Struktur pemerintahan Kedepatian :
1. Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang;
2. Depati Empat Tiga Helai Kain, berpusat di Pulau Sangkar;
3. Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh;
4. Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo;
5. Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak;
6. Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur; 
Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, 
membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan 
suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, 
yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar ini 
merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah 
tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. 
Pemerintahan dusun (pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala
 maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah 
mufakat.
Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya 
masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari 
beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, didalam pintu ada 
lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda
 dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif
 adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik 
Pandai sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan 
menghukum dan mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian 
dwi fungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini pun berlaku 
sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan 
Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat 
penjajahannya di Kerinci.
B. Hubungan Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya 
seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus 
tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari 
istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat 
istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.
Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang 
mendalam. Rasa social, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam 
dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga 
lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya 
panggilan-panggilan pasa saudara-saudara dengan nama panggilan yang 
khas. Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap 
lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, 
saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki 
merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan 
tertentu.
C. Hubungan Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu
 kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah 
adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hokum adat, 
berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko
 Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati.
Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. 
Stratifihasi social masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan 
dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau
 dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik 
masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan 
menurut hukum adat yang berlaku.
D. Hubungan Kerinci Dengan Dunia Luar
Sejak zaman prasejarah Kerinci telah terbuka dan mempunyai hubungan 
dengan daerah luar, dibuktikan dengan penemuan bejana perungu yang 
berbentuk seperti periuk langseng dan gepeng. Bentuk dan ukiran bejana 
tersebut sama dengan yang diketemukan di pulau Madura. Ukiran kedua 
bejana tersebut sangat indah, hiasan ukiran berupa gambar-gambar 
geometris dan berpilin mirip huruf “J”. 
Persumpahan di Bukit Setinjau Laut Lunang antara Kerinci, Jambi dan 
Indrapura (Minangkabau) merupakan jalinan persahabatan yang akrab antara
 tiga kerajaan tersebut. Persumpahan itu membicarakan masalah saling 
bantu membantu antara satu daerah dengan daerah lain, baik sosial 
ekonomi maupun bidang pertahanan.
Pesisir Andalas diduduki Belanda pada tahun 1666 M, kemudian pada 
tanggal 19 Agustus 1781 Pesisir Barat Sumatra diduduki oleh Inggris, 
kemudian pada 1819 Inggris mengebalikan lagi kepada Belanda. Pada waktu 
itu penduduk Kerinci telah banyak yang berdagang ke luar daerah seperti 
Muko-muko, Tapan, Indrapura, Bangko dan Jambi dengan membawa hasil 
pertanian seperti Kopi, beras dan lain-lain. Banyak pula yang merantau 
ke Tanah Seberang atau Semenanjaung Malaya dan seterusnya mereka 
menunaikan ibadah haji dari Malaya. 
E. Perang Kerinci Tahun 1901 – 1903
Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula pada tahun 1900 
dari Muko-muko dikirim sepasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit 
Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah 
pesangrahan dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan 
mereka. Setelah diketahui adanya Belanda yang akan menyerang Kerinci, 
maka rakyat Kerinci menjadi gempar dan marah, karena orang Belanda yang 
datang itu di anggap kafir, Penduduk Kerinci 100% penganut Islam, tentu 
kedatangan Belanda tidak disukai.
Pertempuran pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang 
Kerinci dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Korban 
dipihak Belanda banyak sekali hingga mereka gagal memasuki kerinci. 
Ketika itu pada tahun 1901 Perang Kerinci melawan penjajahan Belanda 
dimulai. Pada bulan Oktober 1901, 120 orang pasukan belanda berada di 
Indrapura bersiap menyerang Kerinci. Pada bulan Maret 1902, 500 orang 
pasukan Belanda di bawah Komandan Bolmar mendarat di Muaro Sakai, Tuanku
 Regen sebagai penunjuk jalan masuk Kerinci. Belanda menyerang dari tiga
 jurusan:
1. dari Renah Manjuto;
2. dari Koto Limau Sering;
3. dari Temiai.
Perang hebat terjadi di tiga tempat tersebut. Setelah koto Limau Sering 
dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci. Dalam perang
 di Pulau Tengah yang di pimpin oleh seorang ulama terkenal masa itu 
yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung pula para 
hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci. Itulah sebabnya dalam 
sejarah perang Kerinci, pertempuran didusun ini merupakan pertempuran 
yang tersengit dan terlama (lebih kurang 3 bulan). Pulau Tengah diserang
 oleh Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu:
1. dari jurusan Timur; Sanggaran Agung – Jujun;
2. dari jurusan Utara; Batang Merao – Danau Kerinci;
3. dari jurusan Barat; Semerap –Lempur Danau.
Serangan terakhir untuk Pulau Tengah dilakukan Belanda pada tanggal 9-10
 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat dapat mereka
 selesaikan. Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan belanda tanggal 10 
Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, 
namun perlawanan kecil masih terjadi di sana-sini. Terakhir pasukan 
Belanda menjatuhkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci 
Depati Parbo. Pertempuran selama 5 hari di sini, dan akhirnya Belanda 
dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai. Dalam 
perundingan inilah Depati Parbo di tangkap dan di buang ke Ternate, 
Setelah Kerinci aman pada tahun 1927,atas permohonan kepala-kepala 
Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo dibebaskan 
dan kembali ke Kerinci. 
F.  Kerinci Setelah Perang Depati Parbo
Setelah perang Kerinci selesai, terbentuklah system pemerintahan 
Kolonial Belanda. Tahun 1916 Onder Afdelling Kerinci dibagi 3 Onder 
Distrik yaitu:
1. Onder Distrik Kerinci Hulu dengan ibu kota berkedudukan di Semurup.
2. Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh.
3. Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.
Pada tahun1922 Kerinci menjadi Afdelling Kerinci Painan dalam 
Kepresidenan Sumatra Barat, Belanda menyadari bahwa kekuasaan 
tokoh-tokoh adat di dusun-dusun dibutuhkan. Tokoh adat ini digunakan 
oleh Belanda untuk memperkuat penjajahan di Kerinci. Belanda membentuk 
pemerintahan kemendapoan. Kemendapoan langsung di bawah Onder Distrik 
yang tiga tadi. Dibawah Kemendapoan terdapat pemerintahan dusun-dusun 
atau Kepala Dusun dan dibawahnya ada Ninik Mamak. Pemerintahan 
Kemendapoan tetap berjalan sampai dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 
tentang Pemerintahan Desa, dengan keluarnya UU ini berakhirlah 
pemerintahan Kemendapoan di Kerinci.
G. Organisasi Yang Ada di Kabupaten Kerinci
Di Kerinci sejak penjajahan Belanda dan Jepang, ada dua organisasi besar yang banyak pengikutnya, yaitu:
1. Organisasi Muhammadiyah / Aisyiah dan organisasi kepanduannya Hizbulwatan.
2. Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
3. Organisasi Muhammadiyah Aisyiah masuk ke Kerinci tahun1938 dibawa 
oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat. 
Sebagian besar penduduk Kerinci adalah menjadi anggota Muhammadiyah / 
Asyiah dan yang lainnya adalah menjadi anggota Organisasi Tarbiyatul 
Islamiyah (PERTI). Kedua organisasi ini sejak penjajahan Belanda, 
terlebih-lebih pada zaman Kemerdekaan RI menjadi pelopor kemajuan Umat 
Islam di Kerinci. Setelah berjalannya Pemerintahan RI (sesudah pemulihan
 kedaulatan) banyak sekali para ulama dan pemimpin-pemimpin rakyat 
menjadi anggota pemerintahan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci.
H. Kedatangan Jepang
Pada awal bulan Maret 1942 Jepang menyerbu ke Indonesia. Setelah Jepang 
memasuki daerah Sumatra Barat, maka pemuda A. Thalib pulang ke daerah 
kelahirannya yaitu Kerinci sewaktu Jepang membentuk “Pemuda Nippon Raya”
 yang berada dibawah pimpinan Khatib Sulaiman untuk daerah Sumatra 
barat, maka A.Thalib juga berusaha untuk membentuk ”Pemuda Nippon raya” 
untuk daerah Kerinci.
I. Sikap Rakyat Terhadap Jepang
Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer Angkatan Darat 
dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh seorang 
Kepala Pemerintan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa itu
 dirumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas 
dilokasi Kodim 0417 Kerinci sekarang. Keadaan sosial ekonomi rakyat 
Kerinci mulai dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan 
syariat Islam serta penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang 
sangat terhadap Kempetai Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang 
melumpuhkan semangat dan mentalitas rakyat Kerinci.
Dibawah pemerintahan Miliater Jepang keadaan pendidikan di Kerinci hanya
 bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang.dibawah pemerintahan 
Militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu tujuan, 
yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Dibawah 
penindasan Pemerintahan Militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita 
dan perekonomiannya hancur luluh. Padi rakyat diambil Jepang ditengah 
sawah atau dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu 
Jepang. Dengan adanya perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan 
beras.
Penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka didapat dari pasukan 
Jepang yang pulang ke Kerinci. Mendengar hal itu pada pertengahan tahun 
1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai giat 
melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kekuasaan dari 
tangan Jepang. 
J. Kerinci Masa Proklamasi Dan Penyerahan Kedaulatan
Proklamasi kemerdekaan RI di ketahui di kerinci tanggal 23 Agustus 1945,
 setelah utusan dari Padang menemui H. Muchtaruddin menyerahkan salinan 
teks Proklamasi. Tanggal 24 Agustus 1945 (jum'at pagi) rapat diadakan di
 kediaman A. Thalib Tyui (di rumah Nek Siin). Pada hari jum'at tanggal 
24 Agustus 1945 bendera merah putih untuk pertama kalinya di kibarkan di
 puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib mantan Tyui (Letnan 
satu) Gyu-Gun. Sabtu tanggal 25 Agustus 1945 di adakan pengibaran 
bendera merah putih secara resmi dilapangan Sungai Bungkal (sekarang 
kantor DPRD Kerinci) dan di belakang asrama ex Jepang (sekarang kantor 
kodim 0417 Kerinci) Komite Nasional Indonesia (KNI) wilayah kerinci 
dibentuk pada pertengahan bulan September 1945 dengan ketuanya H. Adnan 
Thalib, berdasarkan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 
Agustus 1945. Pada akhir bulan Desember 1945 A. Adnan Thalib diangkat 
oleh Presiden Sumatra Barat menjadi Demang (Wedana), maka ketua KNI di 
jabat oleh wakil ketua H. muchtaruddin.
Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, 
realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai 
politik di Kerinci. Pada penghujung tahun1945, terbentuklah Laskar 
Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi 
akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan 
Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain 
mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan 
penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata 
harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI ( Tentara 
Nasional Indonesia), semua kelaskaran di bubarkan bergabung dengan TNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose 
yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak 
pindah ke Kerinci ( Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini di tetapkan 
di daerah Kayu Aro. 
Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, Komandan 
Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan 
Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di sayang kan perundingan itu 
tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.
September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara 
Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30
 sampai 16.00 WSU yang mengakiabatkan 2 orang gugur dan 2 orang luka 
parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah 
penyerbuan ke markas Jepang di Komandoi oleh A. Thalib tepat pada jam 
22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang , kemudian
 mayat-mayat tersebut di kremasi (di bakar) di daerah Sako Duo (Kyu Aro)
 di daerah Muara Labu. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat 
keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib 
menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua 
komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah kerinci yang lowong telah di 
pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.
pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan Batalion III Kerinci Mayor A. Thalib 
di promosikan menjadi Komandan Resimen II divisi IX di Sawah Lunto 
dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada tanggal 28 Agustus 1946 Resimen II 
dijabat oleh Letnan Kolonel A. Thalib menggantikan Letnan Kolonel Dahlan
 Ibrahim.
Diakhir tahun 1946, Kpolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten 
Kerinci – Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan
 para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II 
Mawin . 18 desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra 
Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat 
Kewedanan Kerinci atau di singkat (MPRK), dengan komandannya langsung 
Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan 
Letda Muradi.
Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas
 Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, 
membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI 
(PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka
 melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra 
Tengah, yang menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat 
keibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari 
tangan Belanda ketangan Kerinci.
Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah 
menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan
 yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki 
berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di 
Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali 
Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai
 daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat 
Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
 

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar