Sabtu, 20 Agustus 2016

TAMBO SAKTI ALAM KERINCI

Menurut TAMBO, seorang tokoh yang bernama Iskandar Zulkarnain (Sultan Syamsun Sekendak) mempunyai istri yang bernama Zailun, menegakkan gedung di atas Bukit Qaf dan mempunyai 3 orang anak, yang merupakan asal dari Rajo nan Tigo Silo, yaitu :
Maharajo Alif (Sultan Muhammad Alif), memerintah di negeri RUM (Romawi)
Maharajo Dipang (Sultan Muhammad Dipang/ Depan/ Jipang) memerintah di negeri China/Jepang
Maharajo Dirajo (Sultan Muhammad Bungsu) memerintah di Minangkabau/ Pagaruyung
Tersebutlah bahwa Sultan Maha Raja Bungsu (Maharajo Dirajo) mempunyai 8 (delapan) orang anak :
Sultan Sri Maharaja, menunggu negeri Tiku-Pariaman. Melompat ke Natal lalu ke Sajak, itu sebabnya Raja Natal mendapat besar ialah dari Raja Tiku-Pariaman.
Sultan Maharaja Besar Bergombang Putih, menunggu negeri Sungai Tarok. Melompat ke Bandar Sepuluh Pusat Jalo Kembang Lakitan, itu sebabnya Raja Bandar Sepuluh mendapat besar ialah dari Raja Sungai Tarok.
Sultan Sri Pangkat, menunggu negeri Aceh. Melompat ke Tapak Han Batu Baru/ patah alon ombilin batubaro, itu sebabnya Raja Tapak Han Batu Baru mendapat besar ialah dari Raja Negeri Aceh
Sultan Sri Kali, menunggu negeri Indragiri. Melompat ke Kuantan lalu ke Pangkalan/ pagar alam, itu sebabnya raja Kuantan mendapat besar ialah dari Raja Indragiri.
Sultan Makyin Batu, menunggu negeri Banten Betawi. Melompat ke Jawa Gersik, itu sebabnya Raja Jawa Gersik mendapat besar ialah dari Raja Banten Betawi.
Sultan Muhammad Syah, menunggu negeri Indrapura. Melompat ke Muko-muko teluk air hitam, ambil sakila air bangis, lapeh ke lubuk tumaouo, lapeh kasulak durian runtuh, lamo 60, lalu ke Lubuk Pisau-pisau di bawah kayu meradang merinai daun, lalu masuk ke Luak Enam Puluh, itu sebabnya Raja Muko-Muko mendapat besar ialah dari Raja Indrapura.
Sultan Indah Rahim, menunggu negeri Palembang. Melompat ke Bugis/ Lapeh Kabigih lalu ke Musi lalu ke ugam kelam mata lalu ke serintik hujan panas, itu sebabnya Raja Bugis mendapat besar dari Raja Palembang.
Sultan Bagindo Tuah/ Bagindo Tuo, menunggu negeri Jambi. Melompat ke Batang Hari muko di mudik teluk air dingin, di kanan rangas bajalu di kiri Tanjung Simalindu, lepas ke Surampeh-Sungai Tenang lalu ke Kerinci Rendah Kerinci Tinggi, itu sebabnya Raja Batanghari mendapat besar ialah dari Raja Jambi.
Tersebutlah seorang yang bernama Indarjati beristrikan Indi Jelatah melahirkan 2 orang anak, yaitu :
1. Perpatih nan Sebatang Tinggal di pariangan padang panjang
2. Indarbayo ikut ke luhak alam kerinci
Indarjati dan anaknya Indarbayo merantau ke Alam Kerinci sedangkan Perpatih nan Sebatang tidak ikut serta. Kemudian di persiapkan alat untuk berangkat, yaitu : payung nan sekaki, tombak nan sebuah, keris nan satu, dan kambing nan seekor.
Dalam perjalanan menuju Luhak Alam Kerinci, medan tempuh sangat sulit, setelah bermunajat kepada TUHAN, Allah menurunkan petunjuk dengan menerbangkan daun sintuh dengan berlabuh di Gunung Jelatang (Hiang Tinggi) sekarang.
Tahun berlalu musim berganti, Indarjati dan istrinya mendapatkan keturunan 3 orang lagi, yaitu :
Indar tunggal atau Indar Bersusu Tunggal, inilah yang biasa disebut “nenek bersusu tunggal ‘ di Gunung Jelatang Periangan Tinggi.
Indar nan Beterawang Lidah tinggal di Gunung Jelatang periangan Tinggi
Indi Maryam Merantau ke negeri sembilan malaysia.
Indar Bersusu Tunggal menikah dengan dengan Samiah. Dari pernikahan ini ia memperoleh anak :
Puti Dayang Indah tinggal di gunung Jelatang periangan Tinggi, Koto Jelatang Hiang Tinggi
Puti Dayang Ramayah tinggal di Kemantan
Puti (putri) Dayang Rawani di Talang Jeddah Jambi
Kemudian Puti Dayang Indah melahirkan 5 orang anak,yang sampai saat ini disebut dengan NENEK LIMO HIANG TINGGI-HIANG KARYA, yaitu :
Dari Indah
Dari Setu
Indi Cincin
Mipin
Mas jamain
Puti Dayang Ramayah melahirkan anak satu orang , yaitu : Si Bungo Alam
Puti dayang Rawani menikah dengan seorang laki-laki asal Jawa Mataram yaitu Diwan Abdul Rahman, melahirkan keturunan bertempat tinggal di jambi, yaitu :
Karban
Kartan
Kalipan
Lalu Puti dayang Rawani dan suaminya pergi ke Jawa Mataram dan melahirkan 3 orang anak yaitu :
1. Nahkudo belang
2. Nahkudo Kumbang
3. Gajah Mada
(Tertulis di aur Kuning berbahasa Jawa Kuno yang masih disimpan di rumah gedang nenek limo Hiang Tinggi- Hiang Karya)
Dari Indah melahirkan pula :
1. Incik Permato Mendiami Koto pandan Pondok Tinggi
2. Intan Permato Mendiami Pulau Sangkar
3. Lilo Permato Mendiami Muara Kerinci Sandaran Agung (Sanggaran Agung)
Dari Setu melahirkan keturunan tiga orang, Yaitu :
Pajinak mendiami latih Koto Limau Sering S. Penuh
Ungguk Mendiami Koto Beringin Rawang
Mangku Agung Mendiami Tebat Tinggi/ Sungai Tutung
Indi Cincin melahirkan keturunan :
Si Jaburiyah ( Ambai )
Si Jaburino ( Betung Kuning )
Mipin melahirkan satu orang yaitu Siti Padan ( Koto Baru Hiang)
Mas Jamain beruami dengan Sutan Maalim Hidayah asal pagaruyung melahirkan keturunan :
1. Serujan Angin ( Temiai )
2. Tiang Bungkuk ( Hulubalang Temiai )
Dituturkan pula bahwa Indarjati yang gaib tiada kembali dalam persemediannya.
Indar Bersusu Tunggal bergelar Depati Batu Hampar. Setelah melihat kehilir kemudik air laut telah surut, maka dipecahlah dan dibagilah pembagian wilayah untuk menunggu negeri, yang dibagi masing-masing :
Incik Permato menunggu Latih Koto Pandan, Pondok Tinggi
Pajinak menunggu Koto Limau Sering Sungai Penuh
Ungguk menunggu Latih Koto Beringin Rawang
Mangku Agung menunggu Tebat tinggi, Sungai Tutung
Si Bungo Alam Menunggu Talang Banio Kemantan
Puti Dayang Ramayah menunggu Kemantan Darat
Dari pembagian inilah yang disebut Latih Yang Enam Luhak Alam Kerinci.
Sementara itu di sebelah hilir, Serujan angin menunggu Temiai yang mewarisinya Depati Muaro Langkap
Lilo Permato menunggu Pulau Sangkar yang mewarisinya Depati Rencong Telang
Intan Permato menunggu Sanggaran Agung dan Pengasi yang mewarisinya Depati Biang Sari
Kemudian Indar bersusu Tunggal diangkat pula Sultan Maalim Hidayah menjadi Depati Atur Bumi. Ini disebut Depati 4 Alam Kerinci, yaitu :
Depati Atur Bumi di Hiang/Depati Batu Hampar
Depati Biang sari di Pengasi
Depati Rencong Telang Di pulau sangkar
Depati Muaro Langkap di Temiai
Ini disebut 4 diateh ( Kerinci Tinggi ) ,kemudian didirikan pula Kerinci Rendah ( 3 di baruh ), yaitu :
1. Karban mewarisi Depati Setio Rajo di Nalo Tantan, Bangko
2. Kartan mewarisi Depati Setio Nyato di Perentak – Sungai Manau
3. Kalipan mewarisi Depati Setio Betui di Limbur Tanah Tumbuh
Si Bungo Alam melahirkan tiga orang anak, yaitu :
Cik Kerah ( Kemantan )
Cik Kudo ( Kemantan )
Si Jago-jago Hulubalang Rajo Siulak.
Datang pula dari Jambi bandaro Putih sebutan Pangeran Temenggung dengan membawa kain kehormatan di berikan kepada Depati Muaro Langkap di Temiai, Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar, Depati Biang Sari di Pengasi dan Depati Atur Bumi di Hiang.
Oleh Depati Atur Bumi di bagi pula kain kebesaran olehnya dengan delapan bahagian, yaitu :
Rawang Mudik : Depati cayo Negeri
Rawang Hilir : Depati Mudo Manggalo Batarawang Lidah
Tanah Kampung : Depati Kepalo Ino
Semurup/Siulak : Depati Kepala Sembah
Koto Tuo/Sekungkung : Depati Kuning/Depati Tujuh
Penawar : Depati Penawar/Depati Mudo Terawang Lidah
Seleman : Depati Tarah Bumi/Depati Serah Bumi Sirahmato
Hiang : Depati Atur Bayo
INI DISEBUT NEGERI DELAPAN HELAI KAIN yang berpusat di Hiang, dan Hamparan Rawang sebagai Tempat Pertemuan/ Tempat Berunding (Mendapo Rawang). Di dalam Pepatah Adat, dikenal dengan istilah :
Tiga Dihilir, Empat dengan Tanah Rawang
Tiga DiMudik, Empat dengan Tanah Rawang
Sungai Penuh mendapatkan kain nunggal satu helai dengan gelar : PUGAWE RAJO PUGAWE JENANG, ado rajo menjadi bayang-bayang rajo, tidak ada rajo menjadi rajo
Sungai Penuh dikenal juga dengan sebutan : SULUH BINDANG (suluh terang) ALAM KERINCI/ Suluh Bidang Depati IV Delapan Helai Kain, karena menjadi pusat dakwah ISLAM ketika itu, salah seorang Kiyai/pendakwah yang dikenal adalah : SIAK LENGIS.
Daerah Sungai Penuh, Pondok Tinggi, Dusun Baru dipegang oleh : Depati Nan Bertujuh Permenti Nan Sepuluh Pemangku Nan Berdua, Ngabi Teh Santio Bawo
Adapun Pusako Pugawe Rajo Pugawe Jenang ialah Tombak Belang Berjanggut Jinggi.
Adapun Pusako Depati Delapan Helai Kain adalah Tanduk Kijang Bercipang Tujuh. Pusako-pusako tersebut terletak di Sanggaran Agung. Kenapa diletakkan di Sanggaran Agung ?.. sebab disitulah TANAH BADIPAN, GEDUNG YANG SATU, BALAI BERGUNJUNG DUA.
Ada beberapa peninggalan pusaka, diantaranya keris SAMAPI yang kini dinyatakan hilang, sedang tombak dan gading gajah masih tersimpan.
Semua Pusako ini tersimpan di rumah pusako Depati Atur Bumi yang hanya di turunkan secara sakral bila ada kenduri sko.
Empat diatas ( Kerinci Tinggi ) meliputi daerah kerinci yang pemerintahannya diselenggarakan oleh 4 Depati ( Depati 4 Alam Kerinci ), yaitu :
Depati Muaro Langkap di Temiai (apo sebab bergelar Muara Langkap, karena beliau yang Melengkap Kato Rajo – Kato Jenang)
Depati Rencong Telang di Pulau Sangkar (apo sebab bergelar Rencong Telang, karena beliau yang Menelan Kato Rajo – Kato Jenang)
Depati Biang Sari di Pengasi (apo sebab bergelar Biang Sari, karena beliau yang Menyeri Kato Rajo – Kato Jenang)
Depati Depati Batu Hampar/ Depati Atur Bumi di Hiang, Wilayahnya Meliputi Tanah Sebelah Barat Laut Dan Tenggara Danau Kerinci Sampai Gunung Kerinci (apo sebab bergelar Batu Hampar, karena beliau yang Menyapo Kato Rajo – Kato Jenang)
Tiga di baruh ( Kerinci Rendah ) Yaitu :
Depati Setio Rajo di Nalo Tantan, Bangko
Depati Setio Nyato di Perentak, Sungai Manau
Depati Setio Betui di Tanah Tumbuh.

Tambo Alam Kerinci, Episode Turun dari Pagaruyung

Bab inilah fasal pada menyatakan turun nenek Indar Bayang, turun dari negeri Koto Batu bapagaruyung, ia hendak menjalang luak Kunci (maksudnya: Kincai = Kerinci) Sungai Kunci, maka didaki gunung Senggalang, lepas dari gunong itu didaki pula gunung Berapi, lepas dari gunung itu didaki pula gunung Saga, tetapat di Pariang Padang Panjang. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba yang dalam, dia turun pematang panjang, tetapat di rojung tanjung babunga mas, dia hendak naki pula gunung Jelatang, maka dia daki gunung Jelatang, berapa lama, dua kali tujuh hari, maka sampailah di puncak gunung Jelatang, maka bertemu bidadari, turun datang langit yang ketujuh. Muka dia bawa balik kerujung tanjung babunga mas maka nikah nenek Indar Bayang dengan bidadari, maka bergelar Dayang Seti Penghulu ‘Alam.
Maka beranak empat orang, pertama dayang Seti Malin ‘Alam, dua Bujang Pariang, tiga Bujang Hiang, empat Seteri Mato, yaitu Bujang Hiang balik ke batang Bunga, bertempat di tanah abang, Bujang Pariang di Iyang, Seteri Mato. Dayang Seti Malin ‘Alam beranak lima orang. Pertama laki2 bernama Malin Dima, perempuan empat orang, pertama Sejatah, dua Dayang Ruani, tiga Dayang Indah, empat Dayang Ramayang, maka jadi lima orang dengan Malin Dima. Dayang Ruani balik keantau maju ialah itu nenek Pangeran di Jambi. Dayang Ramayang balik ke Kuta Tebat. Dayang Indah Muka beranak lima orang, pertama Dipati Batu Hampar, dua Dayang Mendayu, tiga Dayang Bunga ‘Alam, empat Dayang Padang, lima Dayang Marani. Dayang Mendayu balik ke gunung Urai, itulah nenek Dipati Mendaro Langkat itu adanya.
Kemudian hamillah Sejatah dengan ditakdirkan Allah ta’ala, maka hamillah Sejatah, jadi hendak dibunuh oleh Depati Hampar. Jadi berkatalah anak Sejatah dalam kalbu ibunya: Jangan dibunuh Sejatah. Kemudian maka lahirlah anaknya Sejatah itu. Maka kemudian bernama Sejatah rupa besusu tung-tunggang, kemudian maka bernama Dipati Iang Tunggang, ialah itu anak nenek Indar Jati adanya. Kemudian maka turun pula nenek Siak Raja ke ‘alam Kerinci, dia menurut mamak dia nenek Indar Bayang, turun dari negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Adapun nenek Siak Raja anak Datuk Mahatamat dengan Puti Bunga Putih adanya. Maka turun nenek Siak Raja, dua nenek Raja Bujang, tiga German Besi, empat Ki Mingin Gedang hidung. Raja Bujang jadi hulubalang dia, German Besi dua dengan Kamingin Gedang Hidung jadi orang perintahan dia. Jadi maka dia tempuh pula Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba yang dalam, maka dia turun pematang panjang, maka tetapat pula dirujung tanjung bunga mas. Maka bertemu dengan mamak dia nenek Indar Bayang dirujung tanjung babunga mas. Jadi dia hendak naki pula Gunung Jelatang, nenek Siak Raja, maka dia daki gunung Jelatang, maka sampai ke puncak gunung itu, maka dia dapat batang langgiang segedang gendang, maka dia bawa balik kerujung tanjung babunga mas, maka dia jadi akan gendang, maka bergelar Kuta Jelatang.
Kemudian maka nikah nenek Siak Raja dengan nenek Dayang Bunga Alang, kemudian maka disuruh dinenek Indar Bayang dia balik ke Tanjung Banio Kemantang Penawar Tinggi. Jadi maka bersiaplah nenek Siak Raja, maka baliklah nenek Siak Raja serta dengan perempuan dia, serta dengan ra’yat dia tiga orang, empat dengan dia, lima dengan perempuan dia. Kemudian maka dia mudik akan batang Sangke, dia turun pula Pematang Panjang, maka tetapat di Tanjung Banto Kemantang Penawar Tinggi itulah adanya. Kemudian maka beranak nenek Siak Raja empat orang lima dengan Raja Bujang. Pertama Raja Bujang, kedua dengan Raja Genti, tiga Patih Nyadi, empat Sungai Teman. Lima Seri Bunga Padi. Raja Bujang balik ke Kuta Rawang, nikah dengan nenek Salih Pingat, muka dapat anak tiga orang; pertama nenek Baco, dua nenek Tiku, tiga nenek Bulan. Nenek Tiku, nenek Bulan balik mudik Kemantan Penawar Tinggi. Nenek Baco tinggal di kuta Rawang Kampung Dalam. Nenek Rajo Genti dengan Patih Nyadi balik ke dusun Tinggi. Nenek Sungai Teman tunggu dusun Tanjung Melako Kecik. Nenek Seri Bunga Padi balik ke Sungai Tutung dusun bertangga manik, nikah dengan nenek Ji. Adapun nenek Ji itu datang Tamiai. Adapun nenek Raja Genti beranak tiga orang, pertama nenek Madang, dua nenek Pingat, nenek Dipati Kemulo Rajo. Adapun nenek Dipati Raja Palimo nenek Dipati Talu Bumi. Adapun nenek Patih Nyadi beranak empat orang: pertama nenek Cempu, dua nenek Santi, tiga nenek Senang, empat nenek Simat. Nenek Simat balik ke Tebat Ijuk itulah adanya.
Bab ini pada menyatalan turun nenek Salih Kuning Indah Ny Nyato dua beranak dengan Rio Lamenang turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Dia hendak mengadapkan tombak nenek Siak Raja. Lah tinggal di negeri dia turun ke ‘Alam Kerinci. Nenek Salih Kuning Indah Nyato berapa dia serempak turun; pertama Rio Lamenang, dua berinduk dengan Salih Kuning Indah Nyato, tiga dengan Intan Pemato, empat Lintang Pemato, lima Mangkudun Sati. Rio Lamenang membawa tombak turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung, maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, diruan rimba yang dalam, dia turun Pematang Panjang, maka tetepat Kuto Jelatang, maka dia tanyo akan pada nenek Indar Bayang, hapa kata nenek Salih Kuning Indah Nyato, di mana dia nusanak aku nama Siak Raja, aku hendak mengadapkan akan tombak kepada dia. Apa kata nenek Indar Layang, Siak Raja lah pulang ke Tanjung Banio, Rio Lamenang balik ke Pangkalan Jambu. Intan Pemato balik ke Koto Pandan, ialah nenek Siak Langis. Lintang Pemato balik ke koto Baringin, Mangkudun Sati balik ke Kuto Limau Sering itulah adanya.
Kemudian maka turun pula nenek Datuk Temenggungan du dengan nenek Perpatih Sebatang datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung ke ‘Alam Kerinci. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka diruan rimba yang dalam, maka diturun pematang panjang, maka tetapat Batang Sangke, maka dijejak Batang Sangke dengan masgul, maka bernamalah Batang Hiang. Jadi Pariang Padang Panjang negeri yang diturun ke ‘Alam Kerinci. Maka dia hendak menghukumkan menga ‘adatkan ‘Alam Kerinci. Manalah hukum dia nenek Perpatih Sebatang. Salah pauk dipampas, salah bunuh dibangun, babini ngulak dengan jantan bayar sako mahar, kok ngulak dengan perempuan tertulak purbakala. Undang2 balik ke Minangkabau, teliti balik ke Jambi. Apalah tinggal hendak dipati empat, emas yang seemas tinggal hendak dipati empat. Adapun jadi pake emas yang samas, kusut2 diusainya, silang2 bapatut, keruh2 bejernih, sarang2 bebagih, rangkang2 besusun, lapuk2 dibarui, kuman disesah. Kok lah terjun dipernaik, jikalau salah baliat, jikalau benar bajingok. Itulah yang dikatakan emas yang seamas. Kemudian maka hilir nenek Perpatih Sebatang pake Jambi hendak menyancar pantak, maka bertemulah dengan Pangeran Temenggung, maka nenek Perpatih Sebatang menyancar pantak, maka dia bawalah pantak yang selapan belas, didilir sejak ditepat pulau tiung, dimudik sejak digading terentak gunung berapi. Maka naiklah Pangeran Temenggung hendak mengukur akan gabung tanah. Maka dia bawa tali empat belas tukal, muwa kain panjang selapan. Didilir jak tetepat pulau tiung, dimudik jak gunung berapi gading terentak. Dapatlah tanah empat belas gabung di ‘Alam Kerinci, terentak. Dapatlah tanah empat belas gabung di ‘Alam Kerinci, bernama dipati empat delapan helai kain itulah adanya.
Bab ini fasal daripada menyatakan nenek Seteri Mato hendak menurut Bujang Hiang ke Batang Bungo, maka dilepaslah kancil: hai, kancil, pergi tengok Bujang Hiang di Batang Bungo. Maka berjalanlah kancil. Tiba di Batang Bunga, Bujang Hiang lagi menarah, maka duduk kancil dari belakang. Jadi terpancung beliung. Maka dilihat di Bujang Hiang, kik, kancil sudah mati. Jadi diambillah tanduk kancil itu, maka ditaruh. Kemudian tiba pula Seteri Mato nurut kancil, didapatlah kancil sudah mati. Maka disuruh Bujang Hiang balik ke Kerinci, dia tidak mau. Maka baliklah Seteri Mato, maka dia bawa tanduk kancil. Maka baliklah Seteri Mato tiba di Bukit jalan ke Tebo. Maka bertemu dengan patih tujuh, jadi dia mau tanduk kancil, jadi dapat dibawa patih tujuh. Seteri Mato tinggal pendung. Tanduk kancil dibawa dipati tujuh. Kemudian maka adalah nenek Sungai Temam tahu, jadi dia ambil tanduk kancil adanya.
Inilah fasal menyatakan perjalanan nenek Sungai Tenang. Dia hendak menghadap ke tanah Jambi. Maka tiba Sungai Tenang. Dia membawa tanduk kancil melalui jalan Serampeh Sungai Tenang, maka bermalam di Sungai Tenang. Maka dilibelah tanduk kancil dengan tanduk kijang berjipang tujuh. Tanduk kancil tinggal di Sungai Tenang, tanduk kijang berjipang tujuh dibawa berjalan ke Jambi. Maka didaki bukit Kanujo, turun di bukit Kanujo tetepat di Batang Surulangun. Maka dia bena cerapung, sudah cerapung, maka dia ilirkan Batang Surulangun, maka tetepat di Batang Hari. Diilirkan pula Batang Hari, maka tetepat ketepian Rajo, maka bertemu dengan orang tuo seorang dari tepian rajo itu. Maka berkata nenek Sungai Tenang, apalah kata dia. Hai, kepada orang tuo, hai orang tuo, mintak tanyo akan kepada rajo, ada orang Kerinci seorang, hendak numpang bermalam ke rumah raja, ada akan bulih, ada akan tidak, jikalau nulih katakan bulih, jikalau tidak katakan tidak.
Maka berjalanlah orang tua itu, maka sampailah ke rumah raja itu, maka berkatalah orang tua itu, apalah kata dia. Hai, rajo, ada orang Kerinci seorang di tepian. Dia hendak numpang bermalam ke rumah raja, adakah boleh orang bermalam, adakah tidak? Maka berkatalah raja itu kepada orang tua itu: apalah kata raja. Di mana boleh orang Kerinci hendak bermalam, tidak boleh, tidak ajin ndak kolo2 orang Kerinci turun ke Jambi, melainkan orang Jambi naik ke ‘Alam Kerinci. Tidak bulih katakan kepada orang Kerinci. Tidak bulih orang Kerinci hendak bermalam. Maka berbalik pula orang tua itu ke tapian. Maka berkata pula orang tua itu kepada nenek Sungai Tenang; hai, orang Kerinci, tidak bulih kata rajo. Jadi maka tepekur dia dari tepian raja itu, dia menanti waktu magrib, dapat waktu magrib maka banglah nenek Sungai Tenang. Bunyi2 satu kali merato di bumi, satu kali di awang2, satu kali sampai ke langit yang ketujuh, dia bang di tepian. Maka berkata raja itu kepada seorang orang tua; siapa yang bang itu, bunyi dari tepian? Kata orang tua ialah itu orang Kerinci. Apalah kata raja kepada orang tua; hai orang tua kata rajo, orang tua pergi jeput orang Kerinci, bawa ke rumah. Maka berjalanlah orang tua ngusi orang Kerinci. Apalah kata orang tua; hai orang Kerinci, kata orang tua, hamba disuruh dirajo membawa orang Kerinci naik ke rumah rajo. Maka berjalanlah orang Kerinci ber-sama2 dengan orang tua naik ke rumah rajo itu. Maka ditepat rumah rajo itu, maka terpekurlah di rumah raja, yaitu maka berkatalah raja kepada orang Kerinci. Apa kata raja: Apa sebab orang Kerinci ta’ ajin tak kala2 turun ke Jambi. Maka berkatalah nenek Sungai Tenang kepada raja: sebab hamba turun ke Jambi hamba hendak menedu pusaka, hendaklah barimpun raja yang betigo: Pertama Pangeran Pendek, kedua Pangeran Buwih Sawi, ketiga Pangeran Gadis. Pangeran Pendek ngadakan kelambu, payung satu kaki. Pangeran Buwih Sawi ngadakan lapik utan, Pangeran Gadis ngadakan piagam. Yaitu maka bergelar nenek Sungai Tenang gelar Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi, ia pengeran yang bertiga, tanduk kijang tinggal di Jambi, jadi akan tando pangeran naik ke ‘Alam Kerinci. Jikalau tidak dibawa tanduk kijang apabila Pangeran hendak naik ke ‘Alam Kerinci, yaitu bukan Pangeran. Yaitu maka pulang nenek Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi naik ke Kerinci jadi Rajo Mudo dengan Dipati Sangkar Bulan orang bedua jadi seorang.
Fasal daripada nenek Dipati Sangkar Bulan nikah dengan nenek Ramayan di kuta Tebat, maka beranak tiga orang, pertama Dayang Padang, kedua nenek……………tiga Patih Agung Semung. Dayang Padang balik ke Kuto Padang, nenek Rio ialah nenek Dipati Setuwung. Nenek Dipati Semum balik mudik. Mati/ Dayang Ramayan, maka balik nenek Dipati Sangkar Bulan ke dusun Tanjung. Kemudian nikah nenek Dipati Sangkar Bulan dengan Dayang Payang Malia ‘Alam orang Kuto Kepayang, maka dia bawa balik ke dusun Tanjung, maka beranak orang lima. Pertama Mit Dingin, dua Salih Kuning Lipat Kain, tiga Salih Kuning Nyato ‘Alam, empat Salih Kuning Kunci ‘Alam, lima Salih Kuning Bunga Padi. Mih Dingin balik ke dusun Sekandung nikah dengan Mayang; Salih Kuning Nyato ‘Alam nikah dengan Pati Muda Kunci. (Kincai?) Salih Kuning Kunci ‘Alam nikah dengan nenek Malin Kiwai. Salih Kuning Lipat Kain nikah dengan Dipati Agung Semum.
Inilah fasal pada menyatakan Patih Agung Semum Panjang Rambut, yaitu tiga beradik, pertama Bujang Bentang, dua Ampar Besi, tiga Penghulu Bisa. Nenek Penghulu Bisa jadi Nenek Penghulu Bisa jadi imo putih. Adapun Bujang Bentang berempat di Pengasi, di atas lubuk kenung. Nenek Hampar Besi ialah itu nenek Pati Agung Semum Panjang Rambut. Tatkala masa itu nenek Sipati Setuweo dia didenda raja, sebab dia mengatakan tengkurak pandai berkata dalam kubur, jadi tedenda beliau itu dengan mas selesung pesuk, selengan baju panjang, seruas telang rimbo sekuning lembio. Nempuhlah nenek Hampar Besi, maka dia bawa orang ke dalam negeri, maka dia suruh menalak kerbau jantan, maka dia pehit akan tanduknya, maknya badu, maka dia sekekeslah kerbau itu, jadi kelikinya gelang eamas, jadi talinya candek, awaknya dipalut dengan lembenak, ekornya dikembang dengan suto, muka diberi berami-rami dengan gento bergiring jadi gentinya baju, tuak bakebuk, manis babuluh, nasi baambung, gulai babakung, pinang batanduk, sirih badagang, kalapa beratali, ketutu tigo gayo, ketitir panjang ranto, puyuh panjang dengung, ayam sibar ekor, maka diiritlah kerbau itu serta bunyi2-an maka diperhadapkan persembah kepada Pangeran. Tatkala masa itu maka bergelar Patih Agung Semum, balipuh di bawah daguk raja. Tatkala masa itu bergelar Dipati Setuwu, sebab tauwo matanya menangis. Maka Patih Agung Semum balik mudik, Patih Setuwu tinggal di Kuto Tebat. Pati Agung Semum balik dusun Tanjung Melako Kecik, maka nikah dengan nenek Salih Kuning anak nenek Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi. Nenek Salih Nyato ‘Alam nikah dengan nenek Patih Mudo Kunci. Nenek Salih Kunci ‘Alam nikah dengan nenek Malin Kiwi. Adapun nenek Dipati Agung Semum beranak dua orang, pertama nenek Agung Semum Awal Malilo, dua Patih Basemun Panjang Rambut. Adapun Patih Agung Semum Awal Malilo balik keluak Batu Asah. Patih Basemun Panjang Rambut bertempat di tengah negeri dusun Tanjung Melako Kecik itulah adanya.
Fasal ini pada menyatakan nenek Mayang pangkal dia datang pulau Tengah, balik Kemantan Penawar Tinggi. Tiba Kemantan nikah dengan Mas Dingin, maka dia bawa balik dusun Sekandung, kemudian nenek Mayang hendak menjalang utang tanah, maka berjejak dari dusun Sekandung, datang dari dusun Sekandung lalu ke Medang Burung. Lepas di Medan Burung lalu ke Balam Pendek, lepas di Balam Pendek lalu pula ke Titin Teras, lepas di Titin Teras lalu pula ke Sungai Tutung. Maka dimudikkan pula itu, lalu pula ke Kuto Jelmu Salang ketapan belantak besi, lepas di salang ketapan belantak besi dikelembahkan pula itu impah ke sungai Paku, maro air burung terung mati. Lepas di Sungai Paku lalu pula ke tanah Lekuk Darat Kubang. Lepas di tanah Lekuk, lalu pula ke Bintung begunting di ilir Tebat Ijuk, maka bertemu dengan Awal Malilo di Bintung Gunting, itulah akan jadi pantak dengan Awal Malilo. Lepas di Bintung Begunting dimudikkan pula Batang Malao, bertemu pula dengan Rio Caya Kakasigi, antara Kuto Mjidin dengan Kuto Baru Semurup. Maka dikedaratkan pula itu, lalu pula ke bukit tapis, tiba dia di bukit tapis dia ilirkan pula itu ke Sungai Delas. Maka bertemu pula dengan nenek Siak Rajo di Sungai Delas. Maka dia usung utang tanah, maka dia sukat bagi yang berempat, hingga sungai Delas mudik, itulah bagi yang berempat. Lepas dari itu tetap Patih ‘Adil Bicara dua dengan Menang Bumi tiga dengan Patih Basemun itulah adanya. Nenek Mayang dinikah dinenek Siak Rajo dengan Mas Dingin anak nenek Dipati Sangkar Bulan. Maka dia bawa balik ke dusun sekandung. Kemudian maka mudik nenek Dayang datang Pulau Tengah dia hendak menurut anak dia nenek Mayang, lah dahulu ke Kemantang, didapat alah sudah nikah, alah berutang betanah di Kemantang, alah beranak pula dia di situ di Kemantang. Anak dia maka bergelar Dara Mantan, maka nikah pula Dara Mantan dengan Awal Malilo, maka beranak lima orang; pertama Makimpang, dua Temenggung gelar Menti Agung, tiga Lilo Mangin, empat Seri Malin Bilal. Datuk Makimpang balik ke Kemantan, nikah dengan anak Patih ‘Adil Bicara, maka jadi nenek Hitam. Kemudian amaka mufakat nenek Siak Ajo sama2 Mayang fasal daripada utang tanah. Maka disukatlah bagi yang berempat, jak di Sungai Delar mudik, itulah bagi yang berempat: Pertama Menti Agung, dua Datuk Orang Kayo Tengah, tiga Rio Pengagung, empat Rio Bigo, ialah itu dikatakan orang yang berempat, itulah baginya. Lepas dari itu tanah Patih ‘Adil Rio Menang Bumi Ajo Lamayang, tiga Patih Agusemun.
Fasal utang tanah jikalau di bangku orang, maka bedapati di Sungai Delas, maka bertemu dengan Patih ‘Adil Bicara, dua Rio Menang Bumi, tigo Rajo Namiang dan menentukan pertemu utang tanah. Maka berkacaulah karang setianya. Dan jika dibelah dibakung orang yang didilir Rio Menang Bumi menukung penukung pantak. Patih ‘Adil Bicara teleka dukung, jikalau siring yang di darat dibangkung orang Patih ‘Adil Bicara menukung pantak. Rio Menang Bumi dengan Raja Nama yang teleka dukung sama2 bersirih sama2 bepinang, itulah buatan Siak Rajo sama2 dengan Mayang, tidak boleh diubahkan sebablah sudah dengan karang setianya.

SEPUCUK JAMBI

MAKNA SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
PADA LAMBANG PROVINSI JAMBI

1. Pendahuluan
Lambang sebagai suatu tanda atau pengenal tetap baik berupa lukisan, perkataan/huruf, pada hakekatnya meruapakan pernyataan akan sesuatu hal atau mengandung makna/maksud tertentu.
Sebagai suatu tanda pengenal, maka penciptaannya ada yang bersifat induvidual maupun kolektif, bisa tentang suatu lambing atau symbol milik individual yang diakui keberadaannya secara kolektif. Maupun ada juga pengakuan atas lambang/simbol yang sifat maupun pemiliknya adalah kolektif
Kriteria lambang/ simbol yang sifat maupun pemilikannya kolektif dari suatu komunitas biasanya sekaligus sebagai tanda khas jati diri dari suatu yang diwakilinya.

Lambang Provinsi Jambi yang didalamnya termuat motto “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ masuk dalam kategori sifat maupun pemiliknya kolektif, milik komunitas masyarakat, rakyat dan daerah provinsi Jambi. Dengan sifat kolektifitas yang sedemikian, sebenarnya cukup layak bila kita memilki suatu uraian atau catatan ( kecil ) dari lambang Provinsi Jambi tersebut sekiranya di suatu saat kelak ( dimana penciptanya, yang mengetahui hakekat dan kemana sebenarnya tidak lagi dapat bicara ) bisa menimbulkan perbedaan penafsiran.
Tulisan ini sebenarnya hanya merupakan suatu telaahan sumber sejarah lisan yang muncul dari adanya wacana tentang motto “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ pada lambang provinsi Jambi dikaitkan dengan berbagai aplikatifnya di masyarakat. Dengan demikian keberadaannya bukan dimaksudkan sebagai kata putus tetapi sebagai bahan masukan dari wacana yang sedang berkembang.

1. Awal Wacana
Kendati teknik publikasi yang berbeda, dua harian Jambi Ekpres (21/6) dan Jambi Independent (23/6) memuat gugatan Usman Meng “ kembalikan semboyan Jambi keasalnya” namun dua tulisan itu, agaknya perlu mendapat tanggapan yang serius dari kita semua terutama para pengambil kebijakan di Provinsi Jambi. Penulis mengenai Usdman Meng melalui bukunya Napak Tilas Lika liku Provinsi Jambi cetakan II dengan sedikit revisi ditertibkan lagi dengan istilah cetak ulang oleh biro Binsos setda tingkat I Jambi Tahun Ajaran 1998/1999. Usman Meng dalam usianya senjanya masih tetap energik. Berbagai dokumentasi dan referensi tentang Jambi diramunya dengan apik dalam buku itu. Catatan sejarah perjuangan Jambi dimasa awal pembentukan Provinsi sedemikian hampir lengkapnya, tak heran karena beliau berada dalam pusaran perjuangan itu sendiri. A. Mukti Nasrudin (Alm) juga menulis tentang “ Jambi Sejarah Nusantara “ ( 1998). Sayangnya buku ini belum ditertibkan sebagaimana mestinya. Kita berharap referensi berharga ini dapat dibaca secara luas terutama generasi muda yang akan menapak sebagai calon pemimpin dan pelaku sejarah ( terutama sejarah jambi ) dinasa yang akan datang.

1. Telaah Sumber
“ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ kalimat ini jadi bagian dari logo lambang Provinsi jambi. Imbuhan “se” pada kalimat “sepucuk” oleh pencipta logo lambang tersebut jelas memberikan suatu arti satu kesatuan sejarah rakyat dan wilayah Provinsi Jambi sejak masa kerajaan hingga menjadi provinsi. Penulis belum dapat menyerap proses penambahan imbuhan “se” itu baik seperti yang dimaksud penciptaannya logo lambang ataupun dikala terbuhulnya kesepakatan DPR-GR tahun 1960-an itu.
Menyimak Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 1969 tentang lambang Daerah Provinsi Jambi, lahirnya lambang daerah tersebut dimaksud sebagai pemeliharaan rasa kebangsaan sebagai Bangsa Indonesia serta memelihara rasa kesatuansebagai rakyat dari neagar Republik Indonesia dan untuk memperdalam rasa tanggungjawab terhadap pembangunan Daerah. Dengan demikian “ se” lebih menyatakan kepada satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah dari satu Negara Kesatuan Republik Indonesia.Lebih dari itu pada pasal 2 ayat (8) dari peraturan daerah dimaksud memberikan perkuatan penafsiran terhadap tulisan “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ didalam satu pita yang tergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegidua, sebagai melambangkan kebesaran dari “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ Sialang Lantak besi sampai durian batakuk Rajo dan Tanjung Jabung “ Perda yang ditandatangani oleh ketua DPRD –GR Drs.R.. Ismail Muhammad dengan wakil ketua masing-masing H.A.T Hanafiah dan M. Saman Idris dimasa Gubernur KDH Provinsi Jambi dijabat oleh R.M Noer Atmadibrata. Memang memuat penjelasan sebegitu saja. Risalah rapat –rapat maupun laporan Panitia Lambang Daerah tertanggal 7 April 1969 sampai sejauh ini belum dapat ditelusuri keberadaannya. Dengan Demikian pengertian “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ dan Tanjung Jabung itu tak bisa / belum bisa ditelusuri akan tambahan dan tanjung Jabung dalam satu pengertian Sepucuk Jambi Sembilan lurah .
Kalimat “ Pucuk Jambi saembilan Lurah “ terpatri dalam naskah lama ‘ undang –undang Piagam Pencacahan dan Kisah Negeri jambi “ yang ditulis Ngebi Sutho Silago Priyayi Rajo sari bertarikh 1356/1939 M, pada Kitab ini dalam pasal 37 pucuk Undang delapan berbunyi “ ..... yang bernama pucuk jambi ialah Uluan Jambi, pertama Pulau Umak disanalah Durian ditakuk Rajo sebelah hulu Sialang bertantak besi antara dengan Tanah Minagkabau, maka itulah bernama pucuk jambi, Adapun yang dinamakan Sembilan Lurah itu anak batanghari Jambi sungainyo yang besar 9 sungai, pertama Sungai Tembesi, Kedua Batang Merangin, Ketiga Batang Asai, keempat Sungai Tabir, Kelima Tebo, Keenam Bungo, Ketujuh Pelepat, Kedelapan Masumai, Kesembilan Jujuhan, Mako itulah yang dinamakan yang Sembilan Lurah.

Batas Wilayah Kerajaan dimasa lalu memang belum seperti sekarang dengan koordinat dan ordinat. Patok agrarianya berupa tanda –tanda alam atau simbol –simbol lain. Pada masa Kesultanan Jambi luas wilayah kekuasaan kerajaan disebut dari tanjung jabung sampai durian ditakuk Rajo, dari sialang belantak besi ke Bukit Tambun Tulang. Tanjung jabung adalah daerah pantai termasuk perairan dan gugusan pulau berhala. Durian di Takuk Rajo berada di Tanjung Simalidu, Sialang belantak Besi berdiri tegak di Bukit Sitinjau Laut dan Bukit Tambun Tulang Berada di singkut.
“ Pucuk Jambi Sembilan lurah Batangnya Alam Barajo “ artinya pucuk yaitu ulu, Dataran tinggi, Sembilan lurah adalah sembilan Negeri atau Wilayah daerah dan Batangnya alam Barajo yaitu teras kerajaan 12 suku/bangsa.
Mengenai “Sembilan Lurah” pepatah menyebut ”empat diatas tiga dibaruh”, empat di ateh diselenggarakan oleh empat depati yaitu :
1. Depati Rencong Telang yang berpusat di Pulau Sangkar dengan daerah kekuasaannya Meliputi Tanah sebelah Barat dan Selatan Danau Kerinci. Atau berwatas dengan depati biang sari di pengasi, sejak dari sebih kuning muaro seleman sampai Alam Pamuncak Nan Tigo kaum ( kerajaan Manjuto )
2. Depati Atur Bumi yang berpusat di Hiang meliputi tanah sebelah tenggara Danau Kerinci sampai Gunung Kerinci atau berwatas dengan kerajaan manjuto dan Depati Biang Sari. Daerah takhluknya Kerinci hulu VIII helai kain sampai Siulak Tanah Sekudung
3. Depati Biang Sari berpusat di Pengasi, Wilayah Takhluknya Pematang Tumbuk Tigo Sungai Tabir, Rantau Panjang, Pelepat, sampai Pulau Musang, Tanjung Simalidu ( Lihat Tambo Raden Sayrif, Jambi )
4. Depati Muara Langkap tanjung Sekian berpusat di Temiai, Berwatas dengan depati Rencong Telang sampai Sungai Bujur – Perentak – Pangkalan Jambu.
Ketinggian letak geografis keempat tanah Depati tersebut menyebabkan dataran tersebut dengan nama Empat Di Ateh ( daerah empat diatas ) yang sekarang telah menjadi Kabupaten Kerinci, Kecamatan Muara Siau, dan Kecamatan Jangkat, Pelepat ( Bungo), Rantau Panjang tabir, Kecamatan Sungai manau, Kecamatan Pangkalan Jambu.
Daerah Kerinci Rendah adalah Wilayah yang berada disebelah timur Kerinci Tinggi pada kaki pegunungan bukit Barisan. Topografinya berbukit-bukit dan disini mengalir banyak sungai dengan arus air yang tenang, tidak berbatu dan permukaan sungai lebar, sehingga dapat dilayari kapal kecil. Kondisi sungai tersebut sangat berbeda dengan sungai yang terdapat di kerinci Tinggi yang pada umumnya berarus deras, beriam, berair terjun (telun ), berbatu dan permukaan sempit, sekarang wilayah berada dalam daerah Kabupaten Merangin yaitu kecamatan Sungai manau, Bangko Pemenang, dan Tabir Rantau Panjang. Pada Wilayah Kerinci Rendah terdapat Tiga Tanah Depati dan Dua Daerah khusus dari Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci. Tanah Depati yang Dimaksud adalah Di sebut Tiga di bawah atau Tiga di baruh bangko yaitu :
1. Depati Setio Nyato di Tantan tanah Renah bangko
2. Depati Setio Betis(Bhakti) di Nalo Bangko
3. Depati Setio rajo di Lubuk Gaung bangko
Ketiga Depati ini Waris depatinya dari Pulau Sangkar anak Puti Lelo Baruji, Sehingga sampai sekarang disebut : Tigo Dibaruh Anak Batino Pulau Sangkar. Sedangkan Dearah Khususnya 1. Tanah Pamuncak Pulau Rengas 2. Tanah Pemuncak Pemberap pemenang. Ketiga tanah Depati dan dua daerah khusus itu, karena letaknya berada pada ketinggian jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah Kerinci Tinggi maka disebut dengan Tigo di baruh atau tiga dibawah. Dalam Pepatah adat yang menyebutkan tentang kekuasaan pemerintahan depati Empat alam Kerinci dikatakan lingkupnya mencakup empat diateh, tigo dibaruh, duo pemuncak pulau rengas dan pemerap pemenang. Kesembilan daerah kekuasaan depati emapat inilah yang disebut orang pada Zaman KerajaanJambi menurut Sepanjang adat dengan nama : Pucuk Jambi Sembilan Lurah, yaitu wilayah yang berada di daerah atas atau daerah bagian hulu dari kerajaan Jambi.
Dan dua di bangko bawah terdiri dari daerah batin IX ( batin IX ulu dan batin IX ilir) dan daerah yang di sebut Induk enam Anak sepuluh atau disebut juga sebagai daerah lurah XVI meliputi daerah – daerah Tiang pumpung, Dusun tuo, sanggerahan, sungai tenang, serampas, dan pemberap
Adapun “ Batangnyo alam Berajo” yaitu teras kerajaan dua belas/suku yaitu :
1. Jabus meliputi sabak dan dendang, Simpang Aur Gading, anjung dan londrang;
2. Pemayung meliputi teluk sebelah ulu, pudak kumpeh dan beberang,
3. maro sebo meliputi sungai buluh kasap, kembang seri, rengas sembilan, sungai aur, teluk lebar, mangupeh, remaji, rantau api, rambutan masam, dan kubu kandang,
4. Petaji meliputi Betung bedarah, penapaln, sungai keruh, teluk rendah, Dusun tuo, peninjauan tambun arang dan kemunduran kumpeh
5. VII koto yang juga disebut kembang paseban meliputi teluk ketapang, muaro tabun, nirah, sungai abang, teluk kayu putih, kuamang, dan tanjung.
6. Awin meliputi pulau kayu aro dan dusun tengah
7. Penagan negerinya yaitu Dusun kuap,
8. Mestong meliputi tarekan, lopak alai kota karang dan sarang burung
9. Serdadu dengan negerinya sungai terap
10. Kebalen negerinya terusan
11. Air Hitam meliputi ; Durian Ijo, tebing tinggi, pdang kelapo, Sungai seluang pematang buluh dan kejasung
12. Pinokawan tengah meliputi dusun ture lopak aur, pulau betung dan sungai duren


Menurut catatan tentara belanda secara geografis wlayah kerajaan jambi dibagi atas dua bagain besar Yaitu daerah huluan jambi meliputi DAS-DAS sungai tungkul ulu, Sungai Jujuhan, Batng Tebo, Tabir, Merangin, dan pangkalan jambi. Derah Hilir Jambi meliputi daerah yang dibatasi oleh Tungkal Hilir sampai Rantau Benar kedanau Ambat yaitu pertemuan sungai batanghari dan batang tembesi sampai perbatasan dengan Palembang
Keseluruhan wilayah dari sisi pendukung hukum adat jambi batas – batasnya secara lengkap berbunyi : Dari durian ditakuk Rajo lepas ke sialang berlantak besi , melayang ke tanjung Simalidu, menepat di beringin nan sebatang, beringin gedang nan sekali dalam mendaki bukit ke lank nan besibak, meniti pematangpanjang, menepat ke singkil tujuh belarik ke sepisak pisau hilang mendaki bukit alum babi. Mendaki pematang panjang menepat ke bukit cendaku laju ke ulu parit 9 menuju ke sungai retih dan sungai enggan meren tenjung labuh terjun ke laut nan mendidih menempuh ombak nan berdebur merapat kepulau tigo sebelah laut pulau berhalo, naik ke sekatak air hitam menuju ke bukit seguntang-guntang mendaki tuo lepas sungai bayung lincir laju ke hulu sungai singkut dikurung bergandeng bukit tigo, mudi ke serintik hujan panas, meniti bukit barisan, turun kerenah sungai buntal menuju ke sungai air dikit menepar ke hulu sungai ke taum mendaki bukit malin dewa laju ke Sungai ipuh mendaki bukit Sitinjau laut, sayup-sayup terdengar laut lepas menuju gunung berapi disitu tegak Gunung Kerinci menepat ke muaro Bento menempuh ke bukit kaco meniti pematang lesug terus menuju batu anggit dan batu kangkung, teratak tanjung pisang, siangkak – siangkang hilir pulo ke durian di tajuk rajo disitu mulai berjalan lamo berjalan meniti batas, itulah batas yang kini menjadi Wilayah Provinsi Jambi.

Selesai

MAKNA SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
PADA LAMBANG PROVINSI JAMBI
(dikutip/salin dari berbagai Sumber)
Anak Jantan Depati Atur Bumi Hiang

BENDA BERSEJARAH DI KERINCI

Kabupaten Kerinci merupakan suatu daerah yang mayoritas menganut agama islam dari abad VIII. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan sejarah berupa Mesjid Agung Pondok Tinggi, dan Mesjid Raya Pulau Tengah. Mesjid tersebut merupakansalah satu dari beberapa mesjid kuno yang ada di Kabupaten Kerinci yang masih aktif digunakan untuk pelaksanaan ibadah bagi masyarakat Kerinci.

Keunikan dari peninggalan sejarah ini adalah arsitektur bangunan yang merupakan asimilasi antara budaya hindu dan islam. Hal ini dapat dilihat dari bentuk kubah bangunan yang merupakan adobsi dari budaya hindu. Selain itu mesjid tersebut dibangun tampa menggunakan pasak atau dengan cara memadukan antara kayu-kayu tiang penyangganya.
Sedangkan Prasasti atau batu berukir (bertulis) di Kabupaten Kerinci dapat ditemukan di Muak, Kecamatan Gunung Raya yang berjarak + 23 km dari Kota Sungai Penuh. Adapun bentuk ukiran batu iniadalah bentuk gajah, onta dan gambar kuda yang diperkirakan peninggalan sejarah abad III dan IVMasehi.
Selain itu di Muak dapat dijumpai batu-batu dengan corak lain seperti batu gong, batu dagu, batu patah dan batu tangkup. Tidak hanya di desaMuak, peninggalan sejarah juga dapat ditemui didesa lain seperti dolmen yang terdapat di desa Pulau Tengah. Hal ini menunjukkan betapa banyak bukti peninggalan sejarah di Kabupaten Kerinci yang mesti dijaga dan dilestarikan oleh generasi mendatang.

MAKNA LAMBANG KERINCI

ARTI LAMBANG KERINCI



1. Dasar Biru
    Daerah kerinci terletak dipegunungan
2. Gunung dengan warna biru tua
    Gunung kerinci menunjukkan kebesaran alam Kerinci
3. Masjid
    Melambangkan keteguhan masyarakat Kerinci terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Jenjang sebanyak 5 buah
    Penduduk kerinci mayoritas beragama islam dan taat menjalankan rukun Islam yang lima
5. Lima buah jenjang dibawah masjid
    Menggambarkan penjiwaan penduduk akan pancasila
6. Keris
    Menunjukkan kepahlawanan Rakyat Kerinci
7. Gong
    Menunjukkan persatuan Rakyat dan Ketinggian Kebudayaan
8. Padi
    a. Sepuluh di sebelah kiri menunjukkan tanggal 10
    b. Sebelas disebelah kanan menunjukkan tanggal 11 (angka kelahiran kabupaten kerinci)
9. Daun
    Lima helai di bagian kiri dan delapan helai di sebelah kanan menunjukkan tahun berdirinya Kabupaten        Kerinci yakni 1958
10. Empat kunci
   Menunjukkan empat jenis pemuka masyarakat, yaitu: Alim ulama, depati ninik mamak, unsur pemerintah     dan pemuda
11. Tulisan “Sakti Alam Kerinci”
   Merupakan moto/semboyan Pemerintah Kabupat

SENI DAN BUDAYA KERINCI

Kabupaten Kerinci memiliki potensi nilai seni dan budaya cukup besar dengan keragaman yang sangat tinggi. Potensi seni yang berkembang di daerah ini diantaranya adalah seni musik daerah, nyanyian-nyanyian daerah, tarian daerah, kesenian bernuansa islami, dan berbagai bentuk seni tradisional lainnya. Eksistensi kesenian daerah dimungkinkan oleh keberadaan kelompok-kelompok seni daerah yang tersebar di berbagai daerah perdesaan yang meliputi seni teater sebanyak 28 buah, seni tari sebanyak 65 buah, seni musik sebanyak 52 buah, seni musik qasidah/rebana sebanyak 48 buah, dan wayang sebanyak 9 buah. Pertunjukan kesenian daerah umumnya dikaitkan langsung dengan acara-acara serimonial seperti acara pernikahan, menyambut kelahiran seorang bayi, peresmian rumah tempat tinggal, acara sunatan anak laki-laki atau bentuk acara lainnya.
Selain kesenian daerah, Kabupaten Kerinci juga memiliki potensi budaya daerah yang sangat besar dan bernilai luhur karena tumbuh secara alami dari akar budaya masyarakat secara turun temurun hingga ratusan tahun. Hingga saat ini, masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai budaya daerah baik dalam pelaksanaan berbagai acara adat maupun acara serimonial serta penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut harta benda atau perbuatan kriminal dan asusila.

SEJARAH KERINCI

A. Pemerintahan.
Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat.Wilayah Depati Ninik Mamak disebut “ajun arah”.
Struktur pemerintahan Kedepatian :
1. Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang;
2. Depati Empat Tiga Helai Kain, berpusat di Pulau Sangkar;
3. Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh;
4. Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo;
5. Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak;
6. Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur;
Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4 jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun 1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan dusun (pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala maslah dusun, anak kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, didalam pintu ada lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan Belanda dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif adalah Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang tuo Cerdik Pandai sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian dwi fungsi Depati ini adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini pun berlaku sampai sekarang untuk pemerintah desa, juga pada Zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan memperkuat penjajahannya di Kerinci.

B. Hubungan Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.
Hubungan kekerabatan di Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa social, tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci. Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan pasa saudara-saudara dengan nama panggilan yang khas. Karenanya keluarga atau antar keluarga sangat peka terhadap lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara-saudara perempuan seibu, begitupun saudara-saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam menggerakkan suatu kegiatan tertentu.

C. Hubungan Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam musyawarah adat mempunyai tingkatan musyawarah adat, pertimbangan dan hokum adat, berjenjang naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko Ninik Mamak dan sko Depati.
Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu menyolok. Stratifihasi social masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan dusun atau antara dusun pecahan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat yang berlaku.

D. Hubungan Kerinci Dengan Dunia Luar
Sejak zaman prasejarah Kerinci telah terbuka dan mempunyai hubungan dengan daerah luar, dibuktikan dengan penemuan bejana perungu yang berbentuk seperti periuk langseng dan gepeng. Bentuk dan ukiran bejana tersebut sama dengan yang diketemukan di pulau Madura. Ukiran kedua bejana tersebut sangat indah, hiasan ukiran berupa gambar-gambar geometris dan berpilin mirip huruf “J”.

Persumpahan di Bukit Setinjau Laut Lunang antara Kerinci, Jambi dan Indrapura (Minangkabau) merupakan jalinan persahabatan yang akrab antara tiga kerajaan tersebut. Persumpahan itu membicarakan masalah saling bantu membantu antara satu daerah dengan daerah lain, baik sosial ekonomi maupun bidang pertahanan.

Pesisir Andalas diduduki Belanda pada tahun 1666 M, kemudian pada tanggal 19 Agustus 1781 Pesisir Barat Sumatra diduduki oleh Inggris, kemudian pada 1819 Inggris mengebalikan lagi kepada Belanda. Pada waktu itu penduduk Kerinci telah banyak yang berdagang ke luar daerah seperti Muko-muko, Tapan, Indrapura, Bangko dan Jambi dengan membawa hasil pertanian seperti Kopi, beras dan lain-lain. Banyak pula yang merantau ke Tanah Seberang atau Semenanjaung Malaya dan seterusnya mereka menunaikan ibadah haji dari Malaya.

E. Perang Kerinci Tahun 1901 – 1903
Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula pada tahun 1900 dari Muko-muko dikirim sepasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah pesangrahan dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan mereka. Setelah diketahui adanya Belanda yang akan menyerang Kerinci, maka rakyat Kerinci menjadi gempar dan marah, karena orang Belanda yang datang itu di anggap kafir, Penduduk Kerinci 100% penganut Islam, tentu kedatangan Belanda tidak disukai.
Pertempuran pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang Kerinci dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Korban dipihak Belanda banyak sekali hingga mereka gagal memasuki kerinci. Ketika itu pada tahun 1901 Perang Kerinci melawan penjajahan Belanda dimulai. Pada bulan Oktober 1901, 120 orang pasukan belanda berada di Indrapura bersiap menyerang Kerinci. Pada bulan Maret 1902, 500 orang pasukan Belanda di bawah Komandan Bolmar mendarat di Muaro Sakai, Tuanku Regen sebagai penunjuk jalan masuk Kerinci. Belanda menyerang dari tiga jurusan:
1. dari Renah Manjuto;
2. dari Koto Limau Sering;
3. dari Temiai.
Perang hebat terjadi di tiga tempat tersebut. Setelah koto Limau Sering dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci. Dalam perang di Pulau Tengah yang di pimpin oleh seorang ulama terkenal masa itu yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung pula para hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci. Itulah sebabnya dalam sejarah perang Kerinci, pertempuran didusun ini merupakan pertempuran yang tersengit dan terlama (lebih kurang 3 bulan). Pulau Tengah diserang oleh Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu:
1. dari jurusan Timur; Sanggaran Agung – Jujun;
2. dari jurusan Utara; Batang Merao – Danau Kerinci;
3. dari jurusan Barat; Semerap –Lempur Danau.
Serangan terakhir untuk Pulau Tengah dilakukan Belanda pada tanggal 9-10 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat dapat mereka selesaikan. Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan belanda tanggal 10 Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, namun perlawanan kecil masih terjadi di sana-sini. Terakhir pasukan Belanda menjatuhkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci Depati Parbo. Pertempuran selama 5 hari di sini, dan akhirnya Belanda dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai. Dalam perundingan inilah Depati Parbo di tangkap dan di buang ke Ternate, Setelah Kerinci aman pada tahun 1927,atas permohonan kepala-kepala Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo dibebaskan dan kembali ke Kerinci.

F. Kerinci Setelah Perang Depati Parbo
Setelah perang Kerinci selesai, terbentuklah system pemerintahan Kolonial Belanda. Tahun 1916 Onder Afdelling Kerinci dibagi 3 Onder Distrik yaitu:
1. Onder Distrik Kerinci Hulu dengan ibu kota berkedudukan di Semurup.
2. Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh.
3. Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.
Pada tahun1922 Kerinci menjadi Afdelling Kerinci Painan dalam Kepresidenan Sumatra Barat, Belanda menyadari bahwa kekuasaan tokoh-tokoh adat di dusun-dusun dibutuhkan. Tokoh adat ini digunakan oleh Belanda untuk memperkuat penjajahan di Kerinci. Belanda membentuk pemerintahan kemendapoan. Kemendapoan langsung di bawah Onder Distrik yang tiga tadi. Dibawah Kemendapoan terdapat pemerintahan dusun-dusun atau Kepala Dusun dan dibawahnya ada Ninik Mamak. Pemerintahan Kemendapoan tetap berjalan sampai dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan keluarnya UU ini berakhirlah pemerintahan Kemendapoan di Kerinci.

G. Organisasi Yang Ada di Kabupaten Kerinci
Di Kerinci sejak penjajahan Belanda dan Jepang, ada dua organisasi besar yang banyak pengikutnya, yaitu:
1. Organisasi Muhammadiyah / Aisyiah dan organisasi kepanduannya Hizbulwatan.
2. Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
3. Organisasi Muhammadiyah Aisyiah masuk ke Kerinci tahun1938 dibawa oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Sebagian besar penduduk Kerinci adalah menjadi anggota Muhammadiyah / Asyiah dan yang lainnya adalah menjadi anggota Organisasi Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Kedua organisasi ini sejak penjajahan Belanda, terlebih-lebih pada zaman Kemerdekaan RI menjadi pelopor kemajuan Umat Islam di Kerinci. Setelah berjalannya Pemerintahan RI (sesudah pemulihan kedaulatan) banyak sekali para ulama dan pemimpin-pemimpin rakyat menjadi anggota pemerintahan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci.

H. Kedatangan Jepang
Pada awal bulan Maret 1942 Jepang menyerbu ke Indonesia. Setelah Jepang memasuki daerah Sumatra Barat, maka pemuda A. Thalib pulang ke daerah kelahirannya yaitu Kerinci sewaktu Jepang membentuk “Pemuda Nippon Raya” yang berada dibawah pimpinan Khatib Sulaiman untuk daerah Sumatra barat, maka A.Thalib juga berusaha untuk membentuk ”Pemuda Nippon raya” untuk daerah Kerinci.

I. Sikap Rakyat Terhadap Jepang
Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer Angkatan Darat dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh seorang Kepala Pemerintan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa itu dirumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas dilokasi Kodim 0417 Kerinci sekarang. Keadaan sosial ekonomi rakyat Kerinci mulai dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan syariat Islam serta penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang sangat terhadap Kempetai Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang melumpuhkan semangat dan mentalitas rakyat Kerinci.
Dibawah pemerintahan Miliater Jepang keadaan pendidikan di Kerinci hanya bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang.dibawah pemerintahan Militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu tujuan, yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Dibawah penindasan Pemerintahan Militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita dan perekonomiannya hancur luluh. Padi rakyat diambil Jepang ditengah sawah atau dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu Jepang. Dengan adanya perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan beras.
Penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka didapat dari pasukan Jepang yang pulang ke Kerinci. Mendengar hal itu pada pertengahan tahun 1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai giat melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

J. Kerinci Masa Proklamasi Dan Penyerahan Kedaulatan
Proklamasi kemerdekaan RI di ketahui di kerinci tanggal 23 Agustus 1945, setelah utusan dari Padang menemui H. Muchtaruddin menyerahkan salinan teks Proklamasi. Tanggal 24 Agustus 1945 (jum'at pagi) rapat diadakan di kediaman A. Thalib Tyui (di rumah Nek Siin). Pada hari jum'at tanggal 24 Agustus 1945 bendera merah putih untuk pertama kalinya di kibarkan di puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib mantan Tyui (Letnan satu) Gyu-Gun. Sabtu tanggal 25 Agustus 1945 di adakan pengibaran bendera merah putih secara resmi dilapangan Sungai Bungkal (sekarang kantor DPRD Kerinci) dan di belakang asrama ex Jepang (sekarang kantor kodim 0417 Kerinci) Komite Nasional Indonesia (KNI) wilayah kerinci dibentuk pada pertengahan bulan September 1945 dengan ketuanya H. Adnan Thalib, berdasarkan keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 Agustus 1945. Pada akhir bulan Desember 1945 A. Adnan Thalib diangkat oleh Presiden Sumatra Barat menjadi Demang (Wedana), maka ketua KNI di jabat oleh wakil ketua H. muchtaruddin.
Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai politik di Kerinci. Pada penghujung tahun1945, terbentuklah Laskar Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI ( Tentara Nasional Indonesia), semua kelaskaran di bubarkan bergabung dengan TNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak pindah ke Kerinci ( Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini di tetapkan di daerah Kayu Aro.
Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, Komandan Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di sayang kan perundingan itu tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.
September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30 sampai 16.00 WSU yang mengakiabatkan 2 orang gugur dan 2 orang luka parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah penyerbuan ke markas Jepang di Komandoi oleh A. Thalib tepat pada jam 22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang , kemudian mayat-mayat tersebut di kremasi (di bakar) di daerah Sako Duo (Kyu Aro) di daerah Muara Labu. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah kerinci yang lowong telah di pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.
pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan Batalion III Kerinci Mayor A. Thalib di promosikan menjadi Komandan Resimen II divisi IX di Sawah Lunto dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada tanggal 28 Agustus 1946 Resimen II dijabat oleh Letnan Kolonel A. Thalib menggantikan Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim.
Diakhir tahun 1946, Kpolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten Kerinci – Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II Mawin . 18 desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat Kewedanan Kerinci atau di singkat (MPRK), dengan komandannya langsung Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan Letda Muradi.
Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI (PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra Tengah, yang menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat keibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari tangan Belanda ketangan Kerinci.
Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.