Sabtu, 20 Agustus 2016

Tambo Alam Kerinci, Episode Turun dari Pagaruyung

Bab inilah fasal pada menyatakan turun nenek Indar Bayang, turun dari negeri Koto Batu bapagaruyung, ia hendak menjalang luak Kunci (maksudnya: Kincai = Kerinci) Sungai Kunci, maka didaki gunung Senggalang, lepas dari gunong itu didaki pula gunung Berapi, lepas dari gunung itu didaki pula gunung Saga, tetapat di Pariang Padang Panjang. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba yang dalam, dia turun pematang panjang, tetapat di rojung tanjung babunga mas, dia hendak naki pula gunung Jelatang, maka dia daki gunung Jelatang, berapa lama, dua kali tujuh hari, maka sampailah di puncak gunung Jelatang, maka bertemu bidadari, turun datang langit yang ketujuh. Muka dia bawa balik kerujung tanjung babunga mas maka nikah nenek Indar Bayang dengan bidadari, maka bergelar Dayang Seti Penghulu ‘Alam.
Maka beranak empat orang, pertama dayang Seti Malin ‘Alam, dua Bujang Pariang, tiga Bujang Hiang, empat Seteri Mato, yaitu Bujang Hiang balik ke batang Bunga, bertempat di tanah abang, Bujang Pariang di Iyang, Seteri Mato. Dayang Seti Malin ‘Alam beranak lima orang. Pertama laki2 bernama Malin Dima, perempuan empat orang, pertama Sejatah, dua Dayang Ruani, tiga Dayang Indah, empat Dayang Ramayang, maka jadi lima orang dengan Malin Dima. Dayang Ruani balik keantau maju ialah itu nenek Pangeran di Jambi. Dayang Ramayang balik ke Kuta Tebat. Dayang Indah Muka beranak lima orang, pertama Dipati Batu Hampar, dua Dayang Mendayu, tiga Dayang Bunga ‘Alam, empat Dayang Padang, lima Dayang Marani. Dayang Mendayu balik ke gunung Urai, itulah nenek Dipati Mendaro Langkat itu adanya.
Kemudian hamillah Sejatah dengan ditakdirkan Allah ta’ala, maka hamillah Sejatah, jadi hendak dibunuh oleh Depati Hampar. Jadi berkatalah anak Sejatah dalam kalbu ibunya: Jangan dibunuh Sejatah. Kemudian maka lahirlah anaknya Sejatah itu. Maka kemudian bernama Sejatah rupa besusu tung-tunggang, kemudian maka bernama Dipati Iang Tunggang, ialah itu anak nenek Indar Jati adanya. Kemudian maka turun pula nenek Siak Raja ke ‘alam Kerinci, dia menurut mamak dia nenek Indar Bayang, turun dari negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Adapun nenek Siak Raja anak Datuk Mahatamat dengan Puti Bunga Putih adanya. Maka turun nenek Siak Raja, dua nenek Raja Bujang, tiga German Besi, empat Ki Mingin Gedang hidung. Raja Bujang jadi hulubalang dia, German Besi dua dengan Kamingin Gedang Hidung jadi orang perintahan dia. Jadi maka dia tempuh pula Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba yang dalam, maka dia turun pematang panjang, maka tetapat pula dirujung tanjung bunga mas. Maka bertemu dengan mamak dia nenek Indar Bayang dirujung tanjung babunga mas. Jadi dia hendak naki pula Gunung Jelatang, nenek Siak Raja, maka dia daki gunung Jelatang, maka sampai ke puncak gunung itu, maka dia dapat batang langgiang segedang gendang, maka dia bawa balik kerujung tanjung babunga mas, maka dia jadi akan gendang, maka bergelar Kuta Jelatang.
Kemudian maka nikah nenek Siak Raja dengan nenek Dayang Bunga Alang, kemudian maka disuruh dinenek Indar Bayang dia balik ke Tanjung Banio Kemantang Penawar Tinggi. Jadi maka bersiaplah nenek Siak Raja, maka baliklah nenek Siak Raja serta dengan perempuan dia, serta dengan ra’yat dia tiga orang, empat dengan dia, lima dengan perempuan dia. Kemudian maka dia mudik akan batang Sangke, dia turun pula Pematang Panjang, maka tetapat di Tanjung Banto Kemantang Penawar Tinggi itulah adanya. Kemudian maka beranak nenek Siak Raja empat orang lima dengan Raja Bujang. Pertama Raja Bujang, kedua dengan Raja Genti, tiga Patih Nyadi, empat Sungai Teman. Lima Seri Bunga Padi. Raja Bujang balik ke Kuta Rawang, nikah dengan nenek Salih Pingat, muka dapat anak tiga orang; pertama nenek Baco, dua nenek Tiku, tiga nenek Bulan. Nenek Tiku, nenek Bulan balik mudik Kemantan Penawar Tinggi. Nenek Baco tinggal di kuta Rawang Kampung Dalam. Nenek Rajo Genti dengan Patih Nyadi balik ke dusun Tinggi. Nenek Sungai Teman tunggu dusun Tanjung Melako Kecik. Nenek Seri Bunga Padi balik ke Sungai Tutung dusun bertangga manik, nikah dengan nenek Ji. Adapun nenek Ji itu datang Tamiai. Adapun nenek Raja Genti beranak tiga orang, pertama nenek Madang, dua nenek Pingat, nenek Dipati Kemulo Rajo. Adapun nenek Dipati Raja Palimo nenek Dipati Talu Bumi. Adapun nenek Patih Nyadi beranak empat orang: pertama nenek Cempu, dua nenek Santi, tiga nenek Senang, empat nenek Simat. Nenek Simat balik ke Tebat Ijuk itulah adanya.
Bab ini pada menyatalan turun nenek Salih Kuning Indah Ny Nyato dua beranak dengan Rio Lamenang turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Dia hendak mengadapkan tombak nenek Siak Raja. Lah tinggal di negeri dia turun ke ‘Alam Kerinci. Nenek Salih Kuning Indah Nyato berapa dia serempak turun; pertama Rio Lamenang, dua berinduk dengan Salih Kuning Indah Nyato, tiga dengan Intan Pemato, empat Lintang Pemato, lima Mangkudun Sati. Rio Lamenang membawa tombak turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung, maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, diruan rimba yang dalam, dia turun Pematang Panjang, maka tetepat Kuto Jelatang, maka dia tanyo akan pada nenek Indar Bayang, hapa kata nenek Salih Kuning Indah Nyato, di mana dia nusanak aku nama Siak Raja, aku hendak mengadapkan akan tombak kepada dia. Apa kata nenek Indar Layang, Siak Raja lah pulang ke Tanjung Banio, Rio Lamenang balik ke Pangkalan Jambu. Intan Pemato balik ke Koto Pandan, ialah nenek Siak Langis. Lintang Pemato balik ke koto Baringin, Mangkudun Sati balik ke Kuto Limau Sering itulah adanya.
Kemudian maka turun pula nenek Datuk Temenggungan du dengan nenek Perpatih Sebatang datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung ke ‘Alam Kerinci. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka diruan rimba yang dalam, maka diturun pematang panjang, maka tetapat Batang Sangke, maka dijejak Batang Sangke dengan masgul, maka bernamalah Batang Hiang. Jadi Pariang Padang Panjang negeri yang diturun ke ‘Alam Kerinci. Maka dia hendak menghukumkan menga ‘adatkan ‘Alam Kerinci. Manalah hukum dia nenek Perpatih Sebatang. Salah pauk dipampas, salah bunuh dibangun, babini ngulak dengan jantan bayar sako mahar, kok ngulak dengan perempuan tertulak purbakala. Undang2 balik ke Minangkabau, teliti balik ke Jambi. Apalah tinggal hendak dipati empat, emas yang seemas tinggal hendak dipati empat. Adapun jadi pake emas yang samas, kusut2 diusainya, silang2 bapatut, keruh2 bejernih, sarang2 bebagih, rangkang2 besusun, lapuk2 dibarui, kuman disesah. Kok lah terjun dipernaik, jikalau salah baliat, jikalau benar bajingok. Itulah yang dikatakan emas yang seamas. Kemudian maka hilir nenek Perpatih Sebatang pake Jambi hendak menyancar pantak, maka bertemulah dengan Pangeran Temenggung, maka nenek Perpatih Sebatang menyancar pantak, maka dia bawalah pantak yang selapan belas, didilir sejak ditepat pulau tiung, dimudik sejak digading terentak gunung berapi. Maka naiklah Pangeran Temenggung hendak mengukur akan gabung tanah. Maka dia bawa tali empat belas tukal, muwa kain panjang selapan. Didilir jak tetepat pulau tiung, dimudik jak gunung berapi gading terentak. Dapatlah tanah empat belas gabung di ‘Alam Kerinci, terentak. Dapatlah tanah empat belas gabung di ‘Alam Kerinci, bernama dipati empat delapan helai kain itulah adanya.
Bab ini fasal daripada menyatakan nenek Seteri Mato hendak menurut Bujang Hiang ke Batang Bungo, maka dilepaslah kancil: hai, kancil, pergi tengok Bujang Hiang di Batang Bungo. Maka berjalanlah kancil. Tiba di Batang Bunga, Bujang Hiang lagi menarah, maka duduk kancil dari belakang. Jadi terpancung beliung. Maka dilihat di Bujang Hiang, kik, kancil sudah mati. Jadi diambillah tanduk kancil itu, maka ditaruh. Kemudian tiba pula Seteri Mato nurut kancil, didapatlah kancil sudah mati. Maka disuruh Bujang Hiang balik ke Kerinci, dia tidak mau. Maka baliklah Seteri Mato, maka dia bawa tanduk kancil. Maka baliklah Seteri Mato tiba di Bukit jalan ke Tebo. Maka bertemu dengan patih tujuh, jadi dia mau tanduk kancil, jadi dapat dibawa patih tujuh. Seteri Mato tinggal pendung. Tanduk kancil dibawa dipati tujuh. Kemudian maka adalah nenek Sungai Temam tahu, jadi dia ambil tanduk kancil adanya.
Inilah fasal menyatakan perjalanan nenek Sungai Tenang. Dia hendak menghadap ke tanah Jambi. Maka tiba Sungai Tenang. Dia membawa tanduk kancil melalui jalan Serampeh Sungai Tenang, maka bermalam di Sungai Tenang. Maka dilibelah tanduk kancil dengan tanduk kijang berjipang tujuh. Tanduk kancil tinggal di Sungai Tenang, tanduk kijang berjipang tujuh dibawa berjalan ke Jambi. Maka didaki bukit Kanujo, turun di bukit Kanujo tetepat di Batang Surulangun. Maka dia bena cerapung, sudah cerapung, maka dia ilirkan Batang Surulangun, maka tetepat di Batang Hari. Diilirkan pula Batang Hari, maka tetepat ketepian Rajo, maka bertemu dengan orang tuo seorang dari tepian rajo itu. Maka berkata nenek Sungai Tenang, apalah kata dia. Hai, kepada orang tuo, hai orang tuo, mintak tanyo akan kepada rajo, ada orang Kerinci seorang, hendak numpang bermalam ke rumah raja, ada akan bulih, ada akan tidak, jikalau nulih katakan bulih, jikalau tidak katakan tidak.
Maka berjalanlah orang tua itu, maka sampailah ke rumah raja itu, maka berkatalah orang tua itu, apalah kata dia. Hai, rajo, ada orang Kerinci seorang di tepian. Dia hendak numpang bermalam ke rumah raja, adakah boleh orang bermalam, adakah tidak? Maka berkatalah raja itu kepada orang tua itu: apalah kata raja. Di mana boleh orang Kerinci hendak bermalam, tidak boleh, tidak ajin ndak kolo2 orang Kerinci turun ke Jambi, melainkan orang Jambi naik ke ‘Alam Kerinci. Tidak bulih katakan kepada orang Kerinci. Tidak bulih orang Kerinci hendak bermalam. Maka berbalik pula orang tua itu ke tapian. Maka berkata pula orang tua itu kepada nenek Sungai Tenang; hai, orang Kerinci, tidak bulih kata rajo. Jadi maka tepekur dia dari tepian raja itu, dia menanti waktu magrib, dapat waktu magrib maka banglah nenek Sungai Tenang. Bunyi2 satu kali merato di bumi, satu kali di awang2, satu kali sampai ke langit yang ketujuh, dia bang di tepian. Maka berkata raja itu kepada seorang orang tua; siapa yang bang itu, bunyi dari tepian? Kata orang tua ialah itu orang Kerinci. Apalah kata raja kepada orang tua; hai orang tua kata rajo, orang tua pergi jeput orang Kerinci, bawa ke rumah. Maka berjalanlah orang tua ngusi orang Kerinci. Apalah kata orang tua; hai orang Kerinci, kata orang tua, hamba disuruh dirajo membawa orang Kerinci naik ke rumah rajo. Maka berjalanlah orang Kerinci ber-sama2 dengan orang tua naik ke rumah rajo itu. Maka ditepat rumah rajo itu, maka terpekurlah di rumah raja, yaitu maka berkatalah raja kepada orang Kerinci. Apa kata raja: Apa sebab orang Kerinci ta’ ajin tak kala2 turun ke Jambi. Maka berkatalah nenek Sungai Tenang kepada raja: sebab hamba turun ke Jambi hamba hendak menedu pusaka, hendaklah barimpun raja yang betigo: Pertama Pangeran Pendek, kedua Pangeran Buwih Sawi, ketiga Pangeran Gadis. Pangeran Pendek ngadakan kelambu, payung satu kaki. Pangeran Buwih Sawi ngadakan lapik utan, Pangeran Gadis ngadakan piagam. Yaitu maka bergelar nenek Sungai Tenang gelar Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi, ia pengeran yang bertiga, tanduk kijang tinggal di Jambi, jadi akan tando pangeran naik ke ‘Alam Kerinci. Jikalau tidak dibawa tanduk kijang apabila Pangeran hendak naik ke ‘Alam Kerinci, yaitu bukan Pangeran. Yaitu maka pulang nenek Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi naik ke Kerinci jadi Rajo Mudo dengan Dipati Sangkar Bulan orang bedua jadi seorang.
Fasal daripada nenek Dipati Sangkar Bulan nikah dengan nenek Ramayan di kuta Tebat, maka beranak tiga orang, pertama Dayang Padang, kedua nenek……………tiga Patih Agung Semung. Dayang Padang balik ke Kuto Padang, nenek Rio ialah nenek Dipati Setuwung. Nenek Dipati Semum balik mudik. Mati/ Dayang Ramayan, maka balik nenek Dipati Sangkar Bulan ke dusun Tanjung. Kemudian nikah nenek Dipati Sangkar Bulan dengan Dayang Payang Malia ‘Alam orang Kuto Kepayang, maka dia bawa balik ke dusun Tanjung, maka beranak orang lima. Pertama Mit Dingin, dua Salih Kuning Lipat Kain, tiga Salih Kuning Nyato ‘Alam, empat Salih Kuning Kunci ‘Alam, lima Salih Kuning Bunga Padi. Mih Dingin balik ke dusun Sekandung nikah dengan Mayang; Salih Kuning Nyato ‘Alam nikah dengan Pati Muda Kunci. (Kincai?) Salih Kuning Kunci ‘Alam nikah dengan nenek Malin Kiwai. Salih Kuning Lipat Kain nikah dengan Dipati Agung Semum.
Inilah fasal pada menyatakan Patih Agung Semum Panjang Rambut, yaitu tiga beradik, pertama Bujang Bentang, dua Ampar Besi, tiga Penghulu Bisa. Nenek Penghulu Bisa jadi Nenek Penghulu Bisa jadi imo putih. Adapun Bujang Bentang berempat di Pengasi, di atas lubuk kenung. Nenek Hampar Besi ialah itu nenek Pati Agung Semum Panjang Rambut. Tatkala masa itu nenek Sipati Setuweo dia didenda raja, sebab dia mengatakan tengkurak pandai berkata dalam kubur, jadi tedenda beliau itu dengan mas selesung pesuk, selengan baju panjang, seruas telang rimbo sekuning lembio. Nempuhlah nenek Hampar Besi, maka dia bawa orang ke dalam negeri, maka dia suruh menalak kerbau jantan, maka dia pehit akan tanduknya, maknya badu, maka dia sekekeslah kerbau itu, jadi kelikinya gelang eamas, jadi talinya candek, awaknya dipalut dengan lembenak, ekornya dikembang dengan suto, muka diberi berami-rami dengan gento bergiring jadi gentinya baju, tuak bakebuk, manis babuluh, nasi baambung, gulai babakung, pinang batanduk, sirih badagang, kalapa beratali, ketutu tigo gayo, ketitir panjang ranto, puyuh panjang dengung, ayam sibar ekor, maka diiritlah kerbau itu serta bunyi2-an maka diperhadapkan persembah kepada Pangeran. Tatkala masa itu maka bergelar Patih Agung Semum, balipuh di bawah daguk raja. Tatkala masa itu bergelar Dipati Setuwu, sebab tauwo matanya menangis. Maka Patih Agung Semum balik mudik, Patih Setuwu tinggal di Kuto Tebat. Pati Agung Semum balik dusun Tanjung Melako Kecik, maka nikah dengan nenek Salih Kuning anak nenek Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi. Nenek Salih Nyato ‘Alam nikah dengan nenek Patih Mudo Kunci. Nenek Salih Kunci ‘Alam nikah dengan nenek Malin Kiwi. Adapun nenek Dipati Agung Semum beranak dua orang, pertama nenek Agung Semum Awal Malilo, dua Patih Basemun Panjang Rambut. Adapun Patih Agung Semum Awal Malilo balik keluak Batu Asah. Patih Basemun Panjang Rambut bertempat di tengah negeri dusun Tanjung Melako Kecik itulah adanya.
Fasal ini pada menyatakan nenek Mayang pangkal dia datang pulau Tengah, balik Kemantan Penawar Tinggi. Tiba Kemantan nikah dengan Mas Dingin, maka dia bawa balik dusun Sekandung, kemudian nenek Mayang hendak menjalang utang tanah, maka berjejak dari dusun Sekandung, datang dari dusun Sekandung lalu ke Medang Burung. Lepas di Medan Burung lalu ke Balam Pendek, lepas di Balam Pendek lalu pula ke Titin Teras, lepas di Titin Teras lalu pula ke Sungai Tutung. Maka dimudikkan pula itu, lalu pula ke Kuto Jelmu Salang ketapan belantak besi, lepas di salang ketapan belantak besi dikelembahkan pula itu impah ke sungai Paku, maro air burung terung mati. Lepas di Sungai Paku lalu pula ke tanah Lekuk Darat Kubang. Lepas di tanah Lekuk, lalu pula ke Bintung begunting di ilir Tebat Ijuk, maka bertemu dengan Awal Malilo di Bintung Gunting, itulah akan jadi pantak dengan Awal Malilo. Lepas di Bintung Begunting dimudikkan pula Batang Malao, bertemu pula dengan Rio Caya Kakasigi, antara Kuto Mjidin dengan Kuto Baru Semurup. Maka dikedaratkan pula itu, lalu pula ke bukit tapis, tiba dia di bukit tapis dia ilirkan pula itu ke Sungai Delas. Maka bertemu pula dengan nenek Siak Rajo di Sungai Delas. Maka dia usung utang tanah, maka dia sukat bagi yang berempat, hingga sungai Delas mudik, itulah bagi yang berempat. Lepas dari itu tetap Patih ‘Adil Bicara dua dengan Menang Bumi tiga dengan Patih Basemun itulah adanya. Nenek Mayang dinikah dinenek Siak Rajo dengan Mas Dingin anak nenek Dipati Sangkar Bulan. Maka dia bawa balik ke dusun sekandung. Kemudian maka mudik nenek Dayang datang Pulau Tengah dia hendak menurut anak dia nenek Mayang, lah dahulu ke Kemantang, didapat alah sudah nikah, alah berutang betanah di Kemantang, alah beranak pula dia di situ di Kemantang. Anak dia maka bergelar Dara Mantan, maka nikah pula Dara Mantan dengan Awal Malilo, maka beranak lima orang; pertama Makimpang, dua Temenggung gelar Menti Agung, tiga Lilo Mangin, empat Seri Malin Bilal. Datuk Makimpang balik ke Kemantan, nikah dengan anak Patih ‘Adil Bicara, maka jadi nenek Hitam. Kemudian amaka mufakat nenek Siak Ajo sama2 Mayang fasal daripada utang tanah. Maka disukatlah bagi yang berempat, jak di Sungai Delar mudik, itulah bagi yang berempat: Pertama Menti Agung, dua Datuk Orang Kayo Tengah, tiga Rio Pengagung, empat Rio Bigo, ialah itu dikatakan orang yang berempat, itulah baginya. Lepas dari itu tanah Patih ‘Adil Rio Menang Bumi Ajo Lamayang, tiga Patih Agusemun.
Fasal utang tanah jikalau di bangku orang, maka bedapati di Sungai Delas, maka bertemu dengan Patih ‘Adil Bicara, dua Rio Menang Bumi, tigo Rajo Namiang dan menentukan pertemu utang tanah. Maka berkacaulah karang setianya. Dan jika dibelah dibakung orang yang didilir Rio Menang Bumi menukung penukung pantak. Patih ‘Adil Bicara teleka dukung, jikalau siring yang di darat dibangkung orang Patih ‘Adil Bicara menukung pantak. Rio Menang Bumi dengan Raja Nama yang teleka dukung sama2 bersirih sama2 bepinang, itulah buatan Siak Rajo sama2 dengan Mayang, tidak boleh diubahkan sebablah sudah dengan karang setianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar