Bab inilah fasal pada menyatakan turun
nenek Indar Bayang, turun dari negeri Koto Batu bapagaruyung, ia hendak
menjalang luak Kunci (maksudnya: Kincai = Kerinci) Sungai Kunci, maka
didaki gunung Senggalang, lepas dari gunong itu didaki pula gunung
Berapi, lepas dari gunung itu didaki pula gunung Saga, tetapat di
Pariang Padang Panjang. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang, maka dia
ruang rimba yang dalam, dia turun pematang panjang, tetapat di rojung
tanjung babunga mas, dia hendak naki pula gunung Jelatang, maka dia daki
gunung Jelatang, berapa lama, dua kali tujuh hari, maka sampailah di
puncak gunung Jelatang, maka bertemu bidadari, turun datang langit yang
ketujuh. Muka dia bawa balik kerujung tanjung babunga mas maka nikah
nenek Indar Bayang dengan bidadari, maka bergelar Dayang Seti Penghulu
‘Alam.
Maka
beranak empat orang, pertama dayang Seti Malin ‘Alam, dua Bujang
Pariang, tiga Bujang Hiang, empat Seteri Mato, yaitu Bujang Hiang balik
ke batang Bunga, bertempat di tanah abang, Bujang Pariang di Iyang,
Seteri Mato. Dayang Seti Malin ‘Alam beranak lima orang. Pertama laki2
bernama Malin Dima, perempuan empat orang, pertama Sejatah, dua Dayang
Ruani, tiga Dayang Indah, empat Dayang Ramayang, maka jadi lima orang
dengan Malin Dima. Dayang Ruani balik keantau maju ialah itu nenek
Pangeran di Jambi. Dayang Ramayang balik ke Kuta Tebat. Dayang Indah
Muka beranak lima orang, pertama Dipati Batu Hampar, dua Dayang Mendayu,
tiga Dayang Bunga ‘Alam, empat Dayang Padang, lima Dayang Marani.
Dayang Mendayu balik ke gunung Urai, itulah nenek Dipati Mendaro Langkat
itu adanya.
Kemudian hamillah Sejatah dengan
ditakdirkan Allah ta’ala, maka hamillah Sejatah, jadi hendak dibunuh
oleh Depati Hampar. Jadi berkatalah anak Sejatah dalam kalbu ibunya:
Jangan dibunuh Sejatah. Kemudian maka lahirlah anaknya Sejatah itu. Maka
kemudian bernama Sejatah rupa besusu tung-tunggang, kemudian maka
bernama Dipati Iang Tunggang, ialah itu anak nenek Indar Jati adanya.
Kemudian maka turun pula nenek Siak Raja ke ‘alam Kerinci, dia menurut
mamak dia nenek Indar Bayang, turun dari negeri Kuto Batu Bapagaruyung.
Adapun nenek Siak Raja anak Datuk Mahatamat dengan Puti Bunga Putih
adanya. Maka turun nenek Siak Raja, dua nenek Raja Bujang, tiga German
Besi, empat Ki Mingin Gedang hidung. Raja Bujang jadi hulubalang dia,
German Besi dua dengan Kamingin Gedang Hidung jadi orang perintahan dia.
Jadi maka dia tempuh pula Pariang Padang Panjang, maka dia ruang rimba
yang dalam, maka dia turun pematang panjang, maka tetapat pula dirujung
tanjung bunga mas. Maka bertemu dengan mamak dia nenek Indar Bayang
dirujung tanjung babunga mas. Jadi dia hendak naki pula Gunung Jelatang,
nenek Siak Raja, maka dia daki gunung Jelatang, maka sampai ke puncak
gunung itu, maka dia dapat batang langgiang segedang gendang, maka dia
bawa balik kerujung tanjung babunga mas, maka dia jadi akan gendang,
maka bergelar Kuta Jelatang.
Kemudian maka nikah nenek Siak Raja
dengan nenek Dayang Bunga Alang, kemudian maka disuruh dinenek Indar
Bayang dia balik ke Tanjung Banio Kemantang Penawar Tinggi. Jadi maka
bersiaplah nenek Siak Raja, maka baliklah nenek Siak Raja serta dengan
perempuan dia, serta dengan ra’yat dia tiga orang, empat dengan dia,
lima dengan perempuan dia. Kemudian maka dia mudik akan batang Sangke,
dia turun pula Pematang Panjang, maka tetapat di Tanjung Banto Kemantang
Penawar Tinggi itulah adanya. Kemudian maka beranak nenek Siak Raja
empat orang lima dengan Raja Bujang. Pertama Raja Bujang, kedua dengan
Raja Genti, tiga Patih Nyadi, empat Sungai Teman. Lima Seri Bunga Padi.
Raja Bujang balik ke Kuta Rawang, nikah dengan nenek Salih Pingat, muka
dapat anak tiga orang; pertama nenek Baco, dua nenek Tiku, tiga nenek
Bulan. Nenek Tiku, nenek Bulan balik mudik Kemantan Penawar Tinggi.
Nenek Baco tinggal di kuta Rawang Kampung Dalam. Nenek Rajo Genti dengan
Patih Nyadi balik ke dusun Tinggi. Nenek Sungai Teman tunggu dusun
Tanjung Melako Kecik. Nenek Seri Bunga Padi balik ke Sungai Tutung dusun
bertangga manik, nikah dengan nenek Ji. Adapun nenek Ji itu datang
Tamiai. Adapun nenek Raja Genti beranak tiga orang, pertama nenek
Madang, dua nenek Pingat, nenek Dipati Kemulo Rajo. Adapun nenek Dipati
Raja Palimo nenek Dipati Talu Bumi. Adapun nenek Patih Nyadi beranak
empat orang: pertama nenek Cempu, dua nenek Santi, tiga nenek Senang,
empat nenek Simat. Nenek Simat balik ke Tebat Ijuk itulah adanya.
Bab ini pada menyatalan turun nenek Salih
Kuning Indah Ny Nyato dua beranak dengan Rio Lamenang turun datang
negeri Kuto Batu Bapagaruyung. Dia hendak mengadapkan tombak nenek Siak
Raja. Lah tinggal di negeri dia turun ke ‘Alam Kerinci. Nenek Salih
Kuning Indah Nyato berapa dia serempak turun; pertama Rio Lamenang, dua
berinduk dengan Salih Kuning Indah Nyato, tiga dengan Intan Pemato,
empat Lintang Pemato, lima Mangkudun Sati. Rio Lamenang membawa tombak
turun datang negeri Kuto Batu Bapagaruyung, maka dia tempuh Pariang
Padang Panjang, diruan rimba yang dalam, dia turun Pematang Panjang,
maka tetepat Kuto Jelatang, maka dia tanyo akan pada nenek Indar Bayang,
hapa kata nenek Salih Kuning Indah Nyato, di mana dia nusanak aku nama
Siak Raja, aku hendak mengadapkan akan tombak kepada dia. Apa kata nenek
Indar Layang, Siak Raja lah pulang ke Tanjung Banio, Rio Lamenang balik
ke Pangkalan Jambu. Intan Pemato balik ke Koto Pandan, ialah nenek Siak
Langis. Lintang Pemato balik ke koto Baringin, Mangkudun Sati balik ke
Kuto Limau Sering itulah adanya.
Kemudian maka turun pula nenek Datuk
Temenggungan du dengan nenek Perpatih Sebatang datang negeri Kuto Batu
Bapagaruyung ke ‘Alam Kerinci. Maka dia tempuh Pariang Padang Panjang,
maka diruan rimba yang dalam, maka diturun pematang panjang, maka
tetapat Batang Sangke, maka dijejak Batang Sangke dengan masgul, maka
bernamalah Batang Hiang. Jadi Pariang Padang Panjang negeri yang diturun
ke ‘Alam Kerinci. Maka dia hendak menghukumkan menga ‘adatkan ‘Alam
Kerinci. Manalah hukum dia nenek Perpatih Sebatang. Salah pauk dipampas,
salah bunuh dibangun, babini ngulak dengan jantan bayar sako mahar, kok
ngulak dengan perempuan tertulak purbakala. Undang2 balik ke
Minangkabau, teliti balik ke Jambi. Apalah tinggal hendak dipati empat,
emas yang seemas tinggal hendak dipati empat. Adapun jadi pake emas yang
samas, kusut2 diusainya, silang2 bapatut, keruh2 bejernih, sarang2
bebagih, rangkang2 besusun, lapuk2 dibarui, kuman disesah. Kok lah
terjun dipernaik, jikalau salah baliat, jikalau benar bajingok. Itulah
yang dikatakan emas yang seamas. Kemudian maka hilir nenek Perpatih
Sebatang pake Jambi hendak menyancar pantak, maka bertemulah dengan
Pangeran Temenggung, maka nenek Perpatih Sebatang menyancar pantak, maka
dia bawalah pantak yang selapan belas, didilir sejak ditepat pulau
tiung, dimudik sejak digading terentak gunung berapi. Maka naiklah
Pangeran Temenggung hendak mengukur akan gabung tanah. Maka dia bawa
tali empat belas tukal, muwa kain panjang selapan. Didilir jak tetepat
pulau tiung, dimudik jak gunung berapi gading terentak. Dapatlah tanah
empat belas gabung di ‘Alam Kerinci, terentak. Dapatlah tanah empat
belas gabung di ‘Alam Kerinci, bernama dipati empat delapan helai kain
itulah adanya.
Bab ini fasal daripada menyatakan nenek
Seteri Mato hendak menurut Bujang Hiang ke Batang Bungo, maka dilepaslah
kancil: hai, kancil, pergi tengok Bujang Hiang di Batang Bungo. Maka
berjalanlah kancil. Tiba di Batang Bunga, Bujang Hiang lagi menarah,
maka duduk kancil dari belakang. Jadi terpancung beliung. Maka dilihat
di Bujang Hiang, kik, kancil sudah mati. Jadi diambillah tanduk kancil
itu, maka ditaruh. Kemudian tiba pula Seteri Mato nurut kancil,
didapatlah kancil sudah mati. Maka disuruh Bujang Hiang balik ke
Kerinci, dia tidak mau. Maka baliklah Seteri Mato, maka dia bawa tanduk
kancil. Maka baliklah Seteri Mato tiba di Bukit jalan ke Tebo. Maka
bertemu dengan patih tujuh, jadi dia mau tanduk kancil, jadi dapat
dibawa patih tujuh. Seteri Mato tinggal pendung. Tanduk kancil dibawa
dipati tujuh. Kemudian maka adalah nenek Sungai Temam tahu, jadi dia
ambil tanduk kancil adanya.
Inilah fasal menyatakan perjalanan nenek
Sungai Tenang. Dia hendak menghadap ke tanah Jambi. Maka tiba Sungai
Tenang. Dia membawa tanduk kancil melalui jalan Serampeh Sungai Tenang,
maka bermalam di Sungai Tenang. Maka dilibelah tanduk kancil dengan
tanduk kijang berjipang tujuh. Tanduk kancil tinggal di Sungai Tenang,
tanduk kijang berjipang tujuh dibawa berjalan ke Jambi. Maka didaki
bukit Kanujo, turun di bukit Kanujo tetepat di Batang Surulangun. Maka
dia bena cerapung, sudah cerapung, maka dia ilirkan Batang Surulangun,
maka tetepat di Batang Hari. Diilirkan pula Batang Hari, maka tetepat
ketepian Rajo, maka bertemu dengan orang tuo seorang dari tepian rajo
itu. Maka berkata nenek Sungai Tenang, apalah kata dia. Hai, kepada
orang tuo, hai orang tuo, mintak tanyo akan kepada rajo, ada orang
Kerinci seorang, hendak numpang bermalam ke rumah raja, ada akan bulih,
ada akan tidak, jikalau nulih katakan bulih, jikalau tidak katakan
tidak.
Maka berjalanlah orang tua itu, maka
sampailah ke rumah raja itu, maka berkatalah orang tua itu, apalah kata
dia. Hai, rajo, ada orang Kerinci seorang di tepian. Dia hendak numpang
bermalam ke rumah raja, adakah boleh orang bermalam, adakah tidak? Maka
berkatalah raja itu kepada orang tua itu: apalah kata raja. Di mana
boleh orang Kerinci hendak bermalam, tidak boleh, tidak ajin ndak kolo2
orang Kerinci turun ke Jambi, melainkan orang Jambi naik ke ‘Alam
Kerinci. Tidak bulih katakan kepada orang Kerinci. Tidak bulih orang
Kerinci hendak bermalam. Maka berbalik pula orang tua itu ke tapian.
Maka berkata pula orang tua itu kepada nenek Sungai Tenang; hai, orang
Kerinci, tidak bulih kata rajo. Jadi maka tepekur dia dari tepian raja
itu, dia menanti waktu magrib, dapat waktu magrib maka banglah nenek
Sungai Tenang. Bunyi2 satu kali merato di bumi, satu kali di awang2,
satu kali sampai ke langit yang ketujuh, dia bang di tepian. Maka
berkata raja itu kepada seorang orang tua; siapa yang bang itu, bunyi
dari tepian? Kata orang tua ialah itu orang Kerinci. Apalah kata raja
kepada orang tua; hai orang tua kata rajo, orang tua pergi jeput orang
Kerinci, bawa ke rumah. Maka berjalanlah orang tua ngusi orang Kerinci.
Apalah kata orang tua; hai orang Kerinci, kata orang tua, hamba disuruh
dirajo membawa orang Kerinci naik ke rumah rajo. Maka berjalanlah orang
Kerinci ber-sama2 dengan orang tua naik ke rumah rajo itu. Maka ditepat
rumah rajo itu, maka terpekurlah di rumah raja, yaitu maka berkatalah
raja kepada orang Kerinci. Apa kata raja: Apa sebab orang Kerinci ta’
ajin tak kala2 turun ke Jambi. Maka berkatalah nenek Sungai Tenang
kepada raja: sebab hamba turun ke Jambi hamba hendak menedu pusaka,
hendaklah barimpun raja yang betigo: Pertama Pangeran Pendek, kedua
Pangeran Buwih Sawi, ketiga Pangeran Gadis. Pangeran Pendek ngadakan
kelambu, payung satu kaki. Pangeran Buwih Sawi ngadakan lapik utan,
Pangeran Gadis ngadakan piagam. Yaitu maka bergelar nenek Sungai Tenang
gelar Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi, ia pengeran yang bertiga, tanduk
kijang tinggal di Jambi, jadi akan tando pangeran naik ke ‘Alam Kerinci.
Jikalau tidak dibawa tanduk kijang apabila Pangeran hendak naik ke
‘Alam Kerinci, yaitu bukan Pangeran. Yaitu maka pulang nenek Dipati
Sangkar Bulan Nyalo Bumi naik ke Kerinci jadi Rajo Mudo dengan Dipati
Sangkar Bulan orang bedua jadi seorang.
Fasal daripada nenek Dipati Sangkar Bulan
nikah dengan nenek Ramayan di kuta Tebat, maka beranak tiga orang,
pertama Dayang Padang, kedua nenek……………tiga Patih Agung Semung. Dayang
Padang balik ke Kuto Padang, nenek Rio ialah nenek Dipati Setuwung.
Nenek Dipati Semum balik mudik. Mati/ Dayang Ramayan, maka balik nenek
Dipati Sangkar Bulan ke dusun Tanjung. Kemudian nikah nenek Dipati
Sangkar Bulan dengan Dayang Payang Malia ‘Alam orang Kuto Kepayang, maka
dia bawa balik ke dusun Tanjung, maka beranak orang lima. Pertama Mit
Dingin, dua Salih Kuning Lipat Kain, tiga Salih Kuning Nyato ‘Alam,
empat Salih Kuning Kunci ‘Alam, lima Salih Kuning Bunga Padi. Mih Dingin
balik ke dusun Sekandung nikah dengan Mayang; Salih Kuning Nyato ‘Alam
nikah dengan Pati Muda Kunci. (Kincai?) Salih Kuning Kunci ‘Alam nikah
dengan nenek Malin Kiwai. Salih Kuning Lipat Kain nikah dengan Dipati
Agung Semum.
Inilah fasal pada menyatakan Patih Agung
Semum Panjang Rambut, yaitu tiga beradik, pertama Bujang Bentang, dua
Ampar Besi, tiga Penghulu Bisa. Nenek Penghulu Bisa jadi Nenek Penghulu
Bisa jadi imo putih. Adapun Bujang Bentang berempat di Pengasi, di atas
lubuk kenung. Nenek Hampar Besi ialah itu nenek Pati Agung Semum Panjang
Rambut. Tatkala masa itu nenek Sipati Setuweo dia didenda raja, sebab
dia mengatakan tengkurak pandai berkata dalam kubur, jadi tedenda beliau
itu dengan mas selesung pesuk, selengan baju panjang, seruas telang
rimbo sekuning lembio. Nempuhlah nenek Hampar Besi, maka dia bawa orang
ke dalam negeri, maka dia suruh menalak kerbau jantan, maka dia pehit
akan tanduknya, maknya badu, maka dia sekekeslah kerbau itu, jadi
kelikinya gelang eamas, jadi talinya candek, awaknya dipalut dengan
lembenak, ekornya dikembang dengan suto, muka diberi berami-rami dengan
gento bergiring jadi gentinya baju, tuak bakebuk, manis babuluh, nasi
baambung, gulai babakung, pinang batanduk, sirih badagang, kalapa
beratali, ketutu tigo gayo, ketitir panjang ranto, puyuh panjang
dengung, ayam sibar ekor, maka diiritlah kerbau itu serta bunyi2-an maka
diperhadapkan persembah kepada Pangeran. Tatkala masa itu maka bergelar
Patih Agung Semum, balipuh di bawah daguk raja. Tatkala masa itu
bergelar Dipati Setuwu, sebab tauwo matanya menangis. Maka Patih Agung
Semum balik mudik, Patih Setuwu tinggal di Kuto Tebat. Pati Agung Semum
balik dusun Tanjung Melako Kecik, maka nikah dengan nenek Salih Kuning
anak nenek Dipati Sangkar Bulan Nyalo Bumi. Nenek Salih Nyato ‘Alam
nikah dengan nenek Patih Mudo Kunci. Nenek Salih Kunci ‘Alam nikah
dengan nenek Malin Kiwi. Adapun nenek Dipati Agung Semum beranak dua
orang, pertama nenek Agung Semum Awal Malilo, dua Patih Basemun Panjang
Rambut. Adapun Patih Agung Semum Awal Malilo balik keluak Batu Asah.
Patih Basemun Panjang Rambut bertempat di tengah negeri dusun Tanjung
Melako Kecik itulah adanya.
Fasal ini pada menyatakan nenek Mayang
pangkal dia datang pulau Tengah, balik Kemantan Penawar Tinggi. Tiba
Kemantan nikah dengan Mas Dingin, maka dia bawa balik dusun Sekandung,
kemudian nenek Mayang hendak menjalang utang tanah, maka berjejak dari
dusun Sekandung, datang dari dusun Sekandung lalu ke Medang Burung.
Lepas di Medan Burung lalu ke Balam Pendek, lepas di Balam Pendek lalu
pula ke Titin Teras, lepas di Titin Teras lalu pula ke Sungai Tutung.
Maka dimudikkan pula itu, lalu pula ke Kuto Jelmu Salang ketapan
belantak besi, lepas di salang ketapan belantak besi dikelembahkan pula
itu impah ke sungai Paku, maro air burung terung mati. Lepas di Sungai
Paku lalu pula ke tanah Lekuk Darat Kubang. Lepas di tanah Lekuk, lalu
pula ke Bintung begunting di ilir Tebat Ijuk, maka bertemu dengan Awal
Malilo di Bintung Gunting, itulah akan jadi pantak dengan Awal Malilo.
Lepas di Bintung Begunting dimudikkan pula Batang Malao, bertemu pula
dengan Rio Caya Kakasigi, antara Kuto Mjidin dengan Kuto Baru Semurup.
Maka dikedaratkan pula itu, lalu pula ke bukit tapis, tiba dia di bukit
tapis dia ilirkan pula itu ke Sungai Delas. Maka bertemu pula dengan
nenek Siak Rajo di Sungai Delas. Maka dia usung utang tanah, maka dia
sukat bagi yang berempat, hingga sungai Delas mudik, itulah bagi yang
berempat. Lepas dari itu tetap Patih ‘Adil Bicara dua dengan Menang Bumi
tiga dengan Patih Basemun itulah adanya. Nenek Mayang dinikah dinenek
Siak Rajo dengan Mas Dingin anak nenek Dipati Sangkar Bulan. Maka dia
bawa balik ke dusun sekandung. Kemudian maka mudik nenek Dayang datang
Pulau Tengah dia hendak menurut anak dia nenek Mayang, lah dahulu ke
Kemantang, didapat alah sudah nikah, alah berutang betanah di Kemantang,
alah beranak pula dia di situ di Kemantang. Anak dia maka bergelar Dara
Mantan, maka nikah pula Dara Mantan dengan Awal Malilo, maka beranak
lima orang; pertama Makimpang, dua Temenggung gelar Menti Agung, tiga
Lilo Mangin, empat Seri Malin Bilal. Datuk Makimpang balik ke Kemantan,
nikah dengan anak Patih ‘Adil Bicara, maka jadi nenek Hitam. Kemudian
amaka mufakat nenek Siak Ajo sama2 Mayang fasal daripada utang tanah.
Maka disukatlah bagi yang berempat, jak di Sungai Delar mudik, itulah
bagi yang berempat: Pertama Menti Agung, dua Datuk Orang Kayo Tengah,
tiga Rio Pengagung, empat Rio Bigo, ialah itu dikatakan orang yang
berempat, itulah baginya. Lepas dari itu tanah Patih ‘Adil Rio Menang
Bumi Ajo Lamayang, tiga Patih Agusemun.
Fasal utang tanah jikalau di bangku
orang, maka bedapati di Sungai Delas, maka bertemu dengan Patih ‘Adil
Bicara, dua Rio Menang Bumi, tigo Rajo Namiang dan menentukan pertemu
utang tanah. Maka berkacaulah karang setianya. Dan jika dibelah dibakung
orang yang didilir Rio Menang Bumi menukung penukung pantak. Patih
‘Adil Bicara teleka dukung, jikalau siring yang di darat dibangkung
orang Patih ‘Adil Bicara menukung pantak. Rio Menang Bumi dengan Raja
Nama yang teleka dukung sama2 bersirih sama2 bepinang, itulah buatan
Siak Rajo sama2 dengan Mayang, tidak boleh diubahkan sebablah sudah
dengan karang setianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar